Menyoal Izin Pemanfaatan Kayu yang Diterbitkan DPMPTSP Riau Untuk PT WSSI

Hutan-Keramat-Osun-Osogbo2.jpg
((YouTube/Search For Uhuru))

Laporan: SAHRIL RAMADANA

RIAU ONLINE, SIAK - Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Riau menerbitkan surat Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) untuk PT Wana Subur Sawit Indah (WSSI). IPK dengan Nomor Kpts.18/DPMPTSP/2021 itu diterbitkan pada 23 Maret 2021 lalu.

Diterbitkannya IPK untuk perusahaan yang berlokasi di Kecamatan Koto Gasib tersebut mendapat sorotan dari sejumlah anggota DPRD Kabupaten Siak.

Sebab, berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: SK.579/Kpts/HK.350/Dj.Bun/VII/2001 yang diterbitkan pada 24 Juli 2001 silam, PT WSSI memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK/541/MENHUT-II/2010, perusahaan tersebut berhak mengelola hutan produksi seluas kurang lebih 6.096 hektare yang berada di kelompok hutan sungai Siak yang terletak di Kabupaten Siak untuk budidaya perkebunan.

"Ya tentu rancu, perusahaan kok memperoleh IPK. Padahal dasar lahan itu diberikan pemerintah ke perusahaan sudah jelas, untuk perkebunan. Tapi kok tiba-tiba diberi IPK pula," kata Wakil Ketua DPRD Siak, Fairus menjawab Riauonline melalui telepon seluler, Selasa (6/7/2021).

Fairus juga membantah alasan DPMPTSP Riau memberikan IPK seluas 1.577 hektare dari total 6.096 hektare areal kerja izin usaha perkebunan PT WSSI untuk menyiapkan lahan penanaman kelapa sawit.

Sebab, menurut politisi PAN tersebut selama 20 tahun lebih perusahaan tidak mampu memberikan sumbangsihnya kepada daerah maupun masyarakat tempatan.

"Yang saya dengar alasan DPMPTSP berikan IPK karena itu. Sebab lahan itu mau dibersihkan dan akan ditanami sawit. Selama ini kemana?. Kok baru sekarang punya inisiatif seperti itu. Selama 20 tahun ini kemana?. Kok hanya 50 persen dari total lahan seluas 6.096 hektare yang diberikan yang mampu dikelola oleh perusahaan," kata dia.

"Apa karena mentang-mentang di atas lahan 1.577 hektare itu tumbuh kayu akasia dan sekarang sudah bisa ditebang?. Kan boleh kita beranggapan seperti ini. Sebab, dari dulu mereka tak ada inisiatifnya untuk daerah maupun masyarakat tempatan," kata pria yang terpilih sebagai anggota legislatif di Dapil II Siak tersebut.


Belum lagi, lanjutnya, selama ini banyak pelanggaran dan permasalahan yang terjadi di dalam sana (lahan areal perusahaan). Seperti, Karhutla dan konflik antara perusahaan dengan warga.

"Maka itu saya berharap, dua perusahaan besar pengolahan kayu di Riau, yakni PT RAPP dan PT Arara Abadi, menolak jika PT WSSI menjual kayu dari lahan mereka agar tidak terjadi permasalahan dikemudian hari," kata dia.

Apalagi, kayu yang tumbuh di lahan kawasan perusahaan tersebut sejatinya bukan mereka yang tanam. Melainkan tumbuh sendiri.

"Ada infonya, dulu pihak PT RAPP kelewatan menanam pohon akasia hingga masuk ke lahan PT WSSI. Sebab, lahan PT WSSI berbatasan dengan lahan PT RAPP. Tapi entah betul entah enggak. Ya, kalau saya ditanya, anggap saja yang tumbuh di lahan PT WSSI itu kayu alam. Tumbuh dengan sendirinya," kata dia.

Sayangnya, Kepala DPMPTSP Riau Helmi enggan menjawab sorotan tersebut. Berkali-kali dihubungi Riauonline ke nomor handphonenya 0813-1647-xxxx tidak diangkat. Pesan WhatsApp yang dikirimkan juga tidak dibalas kendati sudah dibaca ditandai dua centang biru.

Berdasarkan penelusuran Riauonline, ternyata Pemkab Siak juga telah mengajukan surat ke Menteri Pertanian RI. Surat dengan Nomor:590/BPT/IV/2021/140.0 itu meminta kepada Kementerian Pertanian RI agar meninjau ulang izin usaha perkebunan PT WSSI.

Alasannya, karena hingga saat ini perusahaan belum dapat memenuhi kewajiban-kewajiban sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga menimbulkan konflik berkepanjangan di lapangan baik dengan masyarakat maupun dengan pihak swasta lainnya.

Salah satunya, seperti yang dikutip dari surat yang ditandatangani langsung oleh Bupati Siak Alfedri tersebut, PT WSSI hingga saat ini belum membangun kebun plasma paling sedikit 20 persen dari luas areal diusahakan. Kendati, PT WSSI telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan empat koperasi yakni Koperasi Buana Makmur di Kampung Buatan II seluas 793 hektare, Koperasi Usaha Bersama di Kampung Rantau Panjang seluas 373 hektare, Koperasi Gemilang Jaya di Kampung Sri Gemilang seluas 160 hektare dan Koperasi Mondan Bersatu di Kampung Buatan I seluas 270 hektare.

Padahal, kewajiban membikin plasma sedikitnya 20 persen dari luas lahan yang diusahakan tersebut telah diatur dalam peraturan Menteri Pertanian Nomor: 98/Permentan/OT/.140/9/2013.

Karena itu Pemkab Siak meminta Kementerian Pertanian RI melalui Direktorat Jenderal Perkebunan melakukan peninjauan ulang terhadap izin usaha perkebunan PT WSSI.

Sebelumnya, pada 23 Juni 2021 lalu di Kota Siak Sri Indrapura, Bupati Alfedri juga menyampaikan langsung kepada Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Surya Tjandra, agar lahan konsesi PT WSSI dijadikan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

Sebab menurut Alfedri, jika lahan tersebut diberikan ke masyarakat, akan dapat meningkatkan perekonomian, terkhusus warga tempatan.

Ketua Komisi IV DPRD Siak, Roby Cahyadi saat ditanya persoalan IPK tersebut juga mengaku heran dengan kebijakan DPMPTSP Riau. "Saya pelajari dulu ya, kenapa DPMPTSP Riau terbitkan IPK PT WSSI. Saya tak begitu paham, kok begini pula ceritanya, kok ada pula IPK," kata polistisi Gerindra ini dihubungi Riauonline.

Kendati begitu, ia mengaku telah mengetahui Pemkab Siak mengirimkan surat ke Menteri Pertanian RI agar meninjau ulang izin usaha perkebunan PT WSSI.

"Ya, kalau itu saya tahu. Tapi kalau soal IPK ini, saya tak tahu. Tapi saya pelajari dulu ya," kata dia.