Kejari Kuansing Eksekusi Terdakwa Penggelapan Jual Beli Tanah ke Lapas

Kejari-Kuansing9.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, TELUK KUANTAN-Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuantan Singingi (Kuansing), Riau melakukan eksekusi terhadap terdakwa penggelapan atas nama Eka Apriadi Antoni warga Dusun Luar Parit, Kelurahan Koto Taluk, Kecamatan Kuantan Tengah, Selasa, 25 Mei 2021.

Eksekusi tersebut dilakukan setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kuansing menerima surat petikan putusan dari Mahkamah Agung (MA) sejak 21 April 2021 lalu.

Dalam petikan putusan tersebut MA mengabulkan kasasi dari pemohon yakni Penuntut Umum dari Kejari Kuansing. Menyatakan terdakwa Eka Apriadi Antoni telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan.

Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan. Dan menetapkan masa penahanan yang dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

"Perkaranya dulu onslaag (lepas,red), terus terdakwa dikeluarin dari tahanan, kemudian kita (Penuntut Umum,red) kasasi dan terbukti putus 6 bulan," ujar Kasi Pidum Kejari Kuansing, Samsul Sitinjak, Selasa kemarin.

Menurut Samsul, eksekusi kali ini terpidana atas nama Eka ini hanya akan menjalani sisa pidananya selama 2 (dua) bulan. "Setelah kemarin yang bersangkutan kita rapid antigen, langsung kita masukan ke Lapas Kelas II B Teluk Kuantan," katanya.

Samsul juga menjelaskan kenapa terpidana ini lama baru dieksekusi. Hal ini dikarenakan yang bersangkutan saat dipanggil selalu mangkir atau tidak datang.

"Kita panggil secara patut selama tiga kali nggak pernah datang, kita datangi kerumah selalu kabur, maka kemarin kita terbitkan surat perintah pelaksanaan putusan (P-48) dan kita berkoordinasi dengan Kepolisian akhirnya bisa ditangkap," katanya.

Kasus ini berawal pada Juli 2018 lalu saat yang bersangkutan memiliki keinginan menjual sebidang tanah miliknya yang berlokasi di jalur dua Dusun Tobek Panjang, Desa Koto Taluk, Kecamatan Kuantan Tengah dengan ukuran 8 x 16 meter.

Pada 23 Juli 2018 yang bersangkutan menawarkan tanah tersebut kepada Ibrahim Lubis yang menjadi korban dalam kasus ini. Dia menawarkan sebesar Rp 45 juta.

 


 

 

Terdakwa meminta tanda jadi kepada korban sebesar Rp 20 juta dan akan dilunasi setelah surat tanah selesai diurus oleh terdakwa untuk balik nama kepada korban Ibrahim Lubis.

Korban Ibrahim Lubis saat itu menyanggupi dan akan melakukan dua kali pembayaran. Pembayaran pertama sebesar Rp 15 juta diserahkan korban kepada terdakwa dirumahnya dan disaksikan oleh dua orang saksi yakni Rino dan Toni. Uang tersebut dibuatkan kwitansi pembayaran dengan menggunakan materai saat itu.

Kemudian sekira bulan Agustus 2018 korban Ibrahim Lubis kembali menyerahkan pembayaran kedua sebesar Rp 5 juta kepada terdakwa dan disaksikan dua orang saksi yang sama. Namun korban saat itu tida membuatkan tanda terima seperti yang pertama.

Setelah uang dengan total sebesar Rp 20 juta diterima oleh terdakwa, lalu terdakwa menggunakan uang tersebut untuk keperluan sehari-hari. Uang tersebut tidak digunakan oleh terdakwa untuk mengurus balik nama surat tanah atas nama korban Ibrahim Lubis.

Sekira bulan Agustus 2019 terdakwa kembali menawarkan tanah yang telah dipanjar oleh korban Ibrahim Lubis kepada H Rasiman dengan harga Rp 60 juta.

Terdakwa menawarkan tanah tersebut tanpa memberitahukan kepada korban Ibrahim Lubis yang sudah lebih dulu membayar panjar terhadap tanah tersebut. Terdakwa meminta pembayaran kepada H Rasiman dengan cara dicicil hingga surat tanah balik nama kepada H Rasiman.

Sejak adanya kesepakatan dengan saksi H Rasiman, terdakwa mengurus surat tanah tersebut atas nama saksi Rasiman dan telah beralih nama dalam surat SKGR pada 24 September 2019. Semula tanah tersebut atas nama Siti Mutia dan beralih menjadi nama H Rasiman.

Setelah tanah itu laku dijual oleh terdakwa, namun sayang uang panjar dari korban Ibrahim Lubis tidak pernah dikembalikan oleh terdakwa. Tanah itu baru diketahui milik orang lain oleh korban Ibrahim Lubis pada November 2019 lalu.

Setelah dirinya melihat lokasi tanah namun tanah tersebut sudah dibersihkan oleh orang lain. Diketahui tanah tersebut ternyata sudah milik H Rasiman.

Tidak terima dengan hal itu lalu korban Ibrahim mendatangi terdakwa dirumahnya di Desa Koto Taluk dan meminta uang panjar yang diserahkannya tersebut kepada terdakwa untuk dikembalikan.

Namun terdakwa tidak dapat memenuhi permintaan korban Ibrahim Lubis dan kemudian terdakwa mengusir korban dari
rumahnya.

Merasa ditipu, lalu korban Ibrahim Lubis melaporkan masalah ini ke Polres Kuansing pada 26 Februari 2020. Akibat perbuatan terdakwa, korban mengalami kerugian lebih kurang Rp 20 juta.