RIAU ONLINE, PEKANBARU - Ledakan kasus positif COVID-19 berbanding lurus dengan peningkatan pasien yang meninggal dunia, dipicu akibat banyaknya klaster keluarga di Riau.
Klaster keluarga ini, walau sudah bergejala, lebih banyak memilih untuk isolasi mandiri di rumah, dibandingkan menjalani perawatan dengan pengawasan Tim Medis di rumah sakit serta tempat-tempat isolasi mandiri telah disiapkan pemerintah.
Sejak Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi mengeluarkan perintah kepada 12 Kapolres seluruh Riau, awal pekan lalu, Senin, 3 Mei 2021, sudah 651 pasien Covid-19 yang memiliki gejala dipindahkan ke tempat-tempat isolasi mandiri disiapkan pemerintah serta rumah sakit.
"Kita sudah memindahkan dan membawa 651 pasien positif Covid-19 yang bergejala. Mereka ini lebih memilih menjalani isolasi mandiri di rumah, dibandingkan dirawat di tempat-tempat isolasi mandiri serta rumah sakit," jelas Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, Minggu malam (9/5/2021).
Evakuasi pasien positif Covid-19 bergejala ini, tutur Kapolda Irjen Pol Agung Setya, dilakukan Tim Posko PPKN dengan pengawalan dari Bhabinkamtibmas.
"Mereka kita evakuasi bersama-sama dengan Tim Posko PPKN dengan pengawalan Bhabinkamtibmas ke rumah sakit dan tempat isolasi sudah ditetapkan pemerintah," jelas penerima penghargaan dari Biro Federal Investigasi Amerika Serikat (FBI) ini.
Sudah 3 bulan ini, Provinsi Riau mengalami ledakan kasus penambahan pasien positif Covid-19 dan meninggal akibat paparan virus tersebut. Satgas Covid-19 mensinyalir booming ini dipicu generasi muda sebagai pembawa dan penyebar virus sehingga terciptanya klaster keluarga.
"Saya sudah perintahkan Kapolres seluruh Riau untuk membawa warga positif Covid-19 yang bergejala untuk dirawat di rumah sakit. Mereka tidak bisa menjalani isolasi mandiri di rumah," kata Agung Setya, pekan lalu.
Pasien bergejala ini antara lain demam meriang, hilangnya indra perasa, indra penciumam, kesulitan bernafas, nyeri dada, batuk, serta gejala sedang hingga berat.
Agung Setya memberikan contoh upaya pemantauan dilakukan Bhabinkamtibmas Desa Pandau Jaya, Siak Hulu, Kampar, terhadap sepasang suami istri bekerja sebagai guru.
"Suami istri guru ini kita pantau selama 3 hari menjalani isolasi mandiri di rumah. Ternyata, keduanya memiliki gejala klinis seperti demam, dan flu. Kita langsung bawa keduanya untuk dirawat di Rumah Sakit Sansani, Pekanbaru," jelas Agung Setya.
Tak hanya di Kampar saja polisi hadir dengan langsung membawa pasien bergejala untuk dirawat di rumah sakit. Di Desa Kota Lama, Rengat Barat, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Kapolres Inhu, AKBP Efrizal, turun langsung menjemput warga positif Covid-19.
DP (40), warga Desa Kota Lama tertular dari orang tuanya usai mengantarkan berobat ke rumah sakit di Pekanbaru, 26 April 2021. Namun, dua hari kemudian orang tuanya meninggal dunia dengan hasil swab positif.
"Sejak dari Pekanbaru, DP sudah mulai bergejala, seperti demam tinggi dengan tenggorokan kering. Setelah diswab, hasilnya positif Covid-19. Jumat malam langsung kita evakuasi ke RSUD Indrasari, Rengat, untuk menjalani perawatan," jelas Agung.
Semua proses evakuasi, tutur Agung, melibatkan dokter kesehatan Polres Inhu dan dibawa menggunakan mobil ambulance Polres juga.
"Dalam situasi krisis, kita tidak bisa biasa-biasa saja. Kebijakan kita adalah bagaimana gotong-royong menangani Covid-19 hari ini sehingga banyak memunculkan klaster keluarga," ungkap jenderal bintang dua itu.
Polda Riau, tutur Kapolda, menemukan banyak kasus Covid-19 muncul setelah upaya tracing dan tes PCR. Masyarakat menghindari perawatan dan memilih tetap berada di rumah. Mereka bersama keluarga dan isolasi mandiri.
"Saya beberapa waktu lalu sudah ke Sidomulyo Timur. Saya datang ke tempat masyarakat yang terkonfirmasi positif Covid dan menanyakan kondisinya. Satu warga mengaku awalnya dia sendiri punya gejala dan kemudian anak istrinya ikut terpapar Covid-19. Keengganan untuk dirawat itulah sebenarnya menjadi pemicu penular Covid ini. Inilah disebut klaster keluarga," jelasnya.
Selain itu, jelas Agung, kebiasaan berbuka puasa bersama juga jadi pemicu meningkatnya kasus. Ia mendapat laporan dari para kapolsek, acara buka bersama hampir semua restoran dan warung kopi, sudah seperti waktu sebelum pandemi.
"Saya minta agar dicek, adakah rekomendasi dari Satgas? Ternyata tidak ada. Padahal jelas sekali Perda Gubernur Nomor 4 Tahun 2020, tempat usaha melakukan pelanggaran dua kali bisa ditutup," jelasnya.
Ia berharap, sanksi tegas bagi pelanggar. Melihat angka sebaran kasus dan kematian akibat Covid-19 tinggi. Ia menyebut, usaha kuliner yg membandel bisa diberi sanksi pencabutan ijin usaha, artinya bisa ditutup.
"Di pundak kita ada tanggung jawab untuk melindungi masyarakat dari wabah covid ini. Maka saya harapkan gotong-royong kita wujudkan bersama mencegah penularan, merawat dng baik pasien positif covid di rumah sakit" harapnya.