Pembalak yang Dipergoki di Hutlin Bukit Betabuh Mengaku Bosnya Orang Sumbar

Hutlin-Bukit-Betabuh3.jpg
(Polisi Hutan)

RIAU ONLINE, TELUK KUANTAN- Polisi Kehutanan (Polhut) menemukan adanya aktivitas pembalakan liar di kawasan Hutan Lindung Bukit Betabuh di Kecamatan Hulu Kuantan, Kabupaten Kuansing, Riau.

"Tim menemukan ada beberapa pekerja dan juga tenda beratap terpal tempat para pembalak liar tinggal," ujar Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kabupaten Kuansing, Abriman kepada Riau Online, Senin, 3 Mei 2021.

Pelaku ini kata Abriman, masuk dari daerah Sumatera Barat. Pelaku mengolah kayu pecahan untuk dibawa ke Sumbar "Kita sudah berikan teguran keras supaya mereka tidak lagi melakukan aktivitas pembalakan liar di sana," katanya.

Lokasi pembalak liar tersebut berada di daerah Lubuk Kapiek berada di wilayah Kecamatan Hulu Kuantan. Dari pengakuan pelaku ini mereka bekerja dengan salah satu toke berasal dari Sumbar. "Mereka mengaku bosnya orang Sumbar," katanya.

 

Untuk melansir kayu para pelaku ini menggunakan sepeda motor. "Kayu dilansir menggunakan sepeda motor," katanya.   

Dia mengatakan, saat ini pihaknya memang tengah gencar melakukan patroli di kawasan hutan. Informasi masyarakat juga sangat dibutuhkan. "Kita juga akan ajak KLHK nanti turun bersama-sama," katanya.

Data KPH Kabupaten Kuansing, saat ini Hutan Lindung Bukit Betabuh hanya tinggal sekitar lebih kurang 10 hektar dari luasan 42 ribu hektar.

"Hanya tersisa sekitar 10 ribu hektar yang masih hutan dari luasan 42 ribu hektar," ujar Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kabupaten Kuansing, Abriman kepada Riau Online, Selasa, 2 Maret 2021.

Sekitar 32 ribu ha Hutlin Bukit Betabuh sudah rusak dan dikuasai perorangan hingga pengusaha. Kawasan hutan lindung beralih fungsi menjadi areal perkebunan sawit.

"Yang masih ada hutan paling di Lubuk Ambacang Kecamatan Hulu Kuantan dan daerah Lubuk Ramo serta Air Buluh Kecamatan Kuantan Mudik," kata Abriman.


 

 


Kalau daerah lain lanjut dia sudah rusak dan tidak lagi hutan diduga sudah beralih fungsi menjadi lahan perkebunan.

"Kalau anggaran khusus untuk pengawasan hutan lindung tidak ada. Kita hanya miliki anggaran Rp 150 juta satu tahun, itu pun anggaran patroli untuk Karlahut," katanya.