RIAUONLINE, PEKANBARU - Pengamat kebijakan publik, Elfriandi menyayangkan rencana Pemerintah Kota Pekanbaru yang akan menyerahkan pengelolaan Pasar Cik Puan kepada pihak ketiga pasca penyerahan aset tanah dari Pemerintah Provinsi Riau.
Menurutnya pengelolaan Pasar Cik Puan ke pihak ketiga ini tidak sesuai dengan niatan awal pembangunan pasar itu yang dimaksudkan untuk membantu pedagang dan masyarakat yang tidak murni untuk kepentingan komersial semata.
“Itu diminta kan untuk mengembangkan pasar tradisional yang lebih berpihak kepada masyarakat. Sekarang sudah diserahkan, mau diserahkan ke pihak ketiga. Menurut saya janganlah. Itu kan aset yang sifatnya tidak dibeli, aset negara diolah lah betul-betul untuk masyarakat.
Pasar tradisional modern yang dikelola Pemko sebetulnya ada dua, Pasar Bawah dan Pasar Rumbai. Namun ini tentu kalah jika dibandingkan pasar modern komersil. Menurutnya hal ini akan mempersulit pedagang tradisional yang semakin terjepit dengan pasar modern yang jumlahnya cukup banyak. Kalau kemudian diswastanisasi tentu semakin menyulitkan pedagang tradisional yang selama ini berdagang di Pasar Cik Puan.
“Kalau mau modern, mau komersial ya cari saja tempat lain. Itu aset negara, diserahkan ke kita kemudian kita kelola untuk tujuan komersial menurut saya tidak arif lah,” ungkap Akademisi Universitas Islam Riau ini.
Sebagai pasar dengan nilai historis yang kenta, membangun Pasar Cik Puan ke pasar modern dan komersial dikhawatirkan akan mencerabut akar historis pasar tersebut dari sejarah perjalan Kota Pekanbaru sendiri.
“Itu lah ikon kota, paling tidak kita kembangkan lah sebagai pasar tradisional modern. Kalau kita serahkan kepada swasta sayang sekali, karena swasta itu orientasinya murni komersil kan,”
Terkait dengan alasan Pemko untuk menyerahkan ke pihak ketiga karena APBD Kota dan APBD Provinsi akan lama untuk membangun pasar tersebut dinilai Elfriandi justru bisa diterima.
“Ya kalau bicara itu semuanya akan lama, itu tergantung dari keberpihakan kita kemana. semuanya bisa saja. Toh selama ini bisa, masa untuk pasar yang keberpihakannya ke masyarakat kita tidak bisa. Menurut saya tidak fair lah kalau itu alasannya,” ungkap Elfriandi.
Terlebih lagi kebijakan ini diambil di penghujung masa kepemimpinan Firdaus-Ayat Cahyadi yang akan berakhir tahun depan. Tak pelak ini akan meninggalkan citra buruk bagi kepemimpinan Firdaus.
“Jangan tinggalkan duka di hati masyarakat, tinggalkan lah kenangan manis bahwa ada keberpihakan,” Pinta elfriandi.
Menurutnya di penghujung masa jabatan ini semestinya Firdaus-Ayat tidak perlu lagi terlalu menggesa pembangunan jor-joran melainkan fokus pada pembangunan yang berpihak pada masyarakat saja.
“Maju tidak maju tidak lagi menjadi orientasinya, menjadi buah bibir manis di masyarakat. Apa pembangunan selama ini yang berpihak langsung ke masyarakat itu apa? jadi kita membangun yang besar tetapi nyata tidak hal itu dirasakan masyarakat?” ungkapnya.
Elfriandi berharap agar pasar tersebut tetap dikelola seperti tujuan awal untuk masyarakat. Seharusnya yang diperbaiki adalah Manajemennya yang dimodernkan.
“Jadi pasar tradisional tetapi pengelolaannya yang modern. Jangan lembaganya yang di-modern kan. Harapan kita kembalikan pasar itu ke tujuan awal, karena dia di tengah kota tampilannya dirapikan. Tapi tetap milik rakyat,” pungkas Elfriandi