RIAU ONLINE, PEKANBARU - Statement Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej menimbulkan pro kontra. Edward merujuk pada Pasal 93 Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal itu mengatur ancaman pidana penjara paling lama satu tahun atau denda maksimal Rp100 juta bagi orang yang menghalangi penyelenggaraan karantina kesehatan. Dari pasal ini yang menolak di vaksin menurut Edward akan kena sangsi.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Legal Culture Institue (LeCI), M Rizki Azmi mengatakan, memaksa seseorang untuk divaksinasi selama tidak terbukti positif Covid-19 dan membahayakan masyarakat serta berpotensi menulari, merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Rizki menjelaskan, dalam UU 6 Tahun 2018 tenang kekarantinaan kesehatan tidak ada bicara vaksin, tetapi bicara pelanggaran, sanksi dan menghalang-halangi petugas untuk menyelesaikan pandemi.
"Jadi dasar hukum yang kuat untuk hukuman pidana bagi yang tidak ikut vaksin tidak kuat," katanya.
Dosen Hukum UIR ini juga menjelaskan, hukum pidana adalah obat terakhir atau ultimum remedium. Jadi tidak serta merta bisa dan mudah diterapkan seketika. Perlu pembuktian dan dilaksanakan hukuman-hukuman lain terlebih dahulu.
"Kalau pidana materil, perlu terlengkapi dulu segala syarat-syaratnya dan persoalan norma sosial seperti covid-19 dan lainnya, cukup diselesaikan dalam ranah administrasi," pungkasnya.