Tahukan Anda Taman Makam Pahlawan Kerja? Ini Sejarahnya

taman-kerja.jpg
(muti)

Laporan: Muthi Haura

Robek-robeklah badanku, potong-potonglh jasad ini, tetapi jiwaku dilindungi benteng merah putih, akan tetap hidup, tetap menuntut bela, siapapun lawan yang aku hadapi.

Jenderal Soedirman

LALULINTAS di Jalan Kaharuddin Nasution berjalan normal. Sesekali beberapa motor menyalip mobil dengan kecepatan tinggi. Suasana terik Kota Pekanbaru tak menyurutkan masyarakat setempat untuk melakukan aktivitasnya masing-masing. Tepat di samping Toko Buku Zanafa, terletak Taman Makam Pahlawan Kerja.

Taman Makam Pahlawan Kerja dipagari dengan pagar besi bercat hitam, bagian bawahnya beton bercat kuning. Warna catnya mulai memudar dimakan usia, di beberapa tembok pagar bahkan sudah berlumut. Di pagar pintu masuk bertuliskan Taman Makam Pahlawan Kerja berwarna tulisan hitam.

Memasuki gerbang masuk taman, di sebelah kiri langsung bertemu dengan pos penjagaan, sedangkan di sebelah kanannya lapangan. Di tengah lapangan, bendera merah putih berkibar dengan anggunnya.

Suasana Taman Makam Pahlawan Kerja terlihat sepi, hanya ada tiga pekerja sedang memperbaiki bagian di sekitar kereta api, satu orang lagi berjaga di pos penjagaan.

Melewati lapangan, mata tertuju pada rumput hijau yang tumbuh subur di bagian kiri dan kanan. Ada juga beberapa tanaman memanjakan mata.

Di antara kiri dan kanan rumput hijau tersebut, ada jalan setapak kecil dan tiga anak tangga. Sekitar beberapa meter setelah menaiki anak tangga, ada tugu berdiri dengan elegannya.

Tugu ini meruncing diujung sisinya dengan warna tugu hitam dan putih. Di badan tugu tertulis:

Pahlawan Kerja. Wahai Kusuma Bangsa. Anda diboyong Jepang penguasa. Bekerja bekerja bekerja. Nasibmu dihina para. Jasadmu tak kulit terurai tulang. Di sini anda rehat bersama, tanpa tahu keluarga. Tak ada nama dan upacara. Namun jasamu dikenang bangsa. Andalah Pahlawan Kerja. Ya Allah keharibaan-Mu kami persembahkan mereka. Ampunilah. Rahmatilah mereka.

Simpang Tiga, 10 Nopember 1978,



Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau, RH Soebrantas Siswanto

Di belakang tugu, ada 22 kuburan. Beberapa nama dikuburkan di Makam Pahlawan Kerja ini adalah Sulaiman, Juin, dan lainnya. Bentuk kuburannya pun bervariasi, ada kuburan ukurannya besar dan terawat, ada juga kuburan dari kayu, kayunya sudah mulai tanggal.

Bercerita kuburan, Febri, Penjaga Makam Pahlawan Kerja mengatakan, menjelang lebaran, banyak keluarga berkunjung dan merapikan kuburan keluarganya tersebut. “(Nisan) kayu itu tak ada keluarga,” kata Febri iba.

Febri kembali bercerita, ia sudah mengusulkan untuk perbaikan kuburan, tapi hasilnya masih dalam proses. Sekitar dua meter dari kuburan, ada bangunan berbentuk persegi panjang di atasnya ada kereta api berwarna hitam dengan beberapa sisinya berwarna merah.

Kereta api ini terlihat mempesona dan gagah. Beberapa pekerja masih fokus mengecat kereta api dan area di sekitar kereta api. Febri bercerita, Makam Pahlawan Kerja ini diresmikan oleh Gubernur Riau, Soebarntas Siswanto. Dulunya, tahun 1943, Pemerintah Jepang memutuskan membangun rel kereta api dari Muaro, Sijunjung ke Pekanbaru Riau. 

Saat itu, para ahli strategis Jepang di Tokyo, beranggapan dalam siasat menghadapi Angkatan Perang Sekutu, perlu hubungan kereta api antara Riau dan Sumatera Barat.

Untuk pembangunan rel kereta api ini, Jepang menurunkan 500 ribu orang secara paksa dari Tahanan Tentara Sekutu (POW) dan rakyat Indonesia yang dikenal dengan romusha.

Beberapa nama romusha ini adalah H. Muchsin, Bejo, Ngadenan, Samir, Sujak, Mustajab, Masykur, Ramlan, Djayus Yunus, Yusuf, Tirtorejo, Sarkono, Poncorejo, Slamet, Lowong, Sarijo, Sabna, Karto, Slamet, Karlan, Tukijan, Karsiman, Prawiro, dan lain sebagainya.

Selama dua tahun, berlangsunglah pembangunan rel kereta api maut dikenal dengan The Sumatera Death Railway. Para romusha diperlakukan dengan sangat kejam, tidak dikasih makan, tidur di dalam gubuk tanpa atap, mayat dibakar, dibunuh dengan tuduhan mencuri pakain, diledakkan, terkena penyakit tapi tak diobati, tinggal di bedeng tiap-tiap bedeng dihuni oleh 250-500 orang.

"Selain itu, setiap romusha mendapatkan ransum beras dua gram sehari dengan waktu kerja 12 jam, dan berbagai penderitaan lainnya. Ada juga yang dikubur hidup-hidup,” kata Febri.

Adapun panjang jalan dari Muara Sijunjung hingga Pekanbaru 220 km. Perinciannya, 40 km di Sumatera Barat, sedangkan di Riau 180 km. Kemudian ditambah dengan pembangunan jalan kereta api dari Desa Petai ke tambang batubara sejauh 18 km, sehingga seluruhnya 238 km.

Pembangunan rel kereta api ini terhenti saat Hiroshima dan Nagasaki di bom atom, Jepang menyerah kalah. “Rel kereta api yang telah selesai dikerjakan dengan penuh pengorbanan akhirnya terbengkalai,” ujar Febri sembari menatap nanar.

***

Suasana Taman Makam Pahlawan Kerja masih sepi. Febri baru setahun menjadi penjaga Taman Makam. Ia sesekali asyik dengan telepon genggamnya.

Lelaki berbadan berisi mengenakan baju kaus hitam berlengan biru itu kembali melanjutkan ceritanya. Febri mengakui, biasanya Taman Makam Pahlawan Kerja ini ramai di tiap hari libur, apalagi untuk masuk tidak dipungut biaya.

“Biasanya mahasiswa atau siswa datang ke sini membuat tugas sejarah, cuma semenjak Covid-19, jadi sepi,” kata Febri.

Mengenai kbersihan, Febri mengakui, ia dan temannya, membersihkan Taman Makam Pahlawan Kerja ini setiap hari. “(Yang) jaga di sini, ada dua orang. Masalah gaji, Rp 75 ribu per hari,” kata Febri sembari tersenyum ramah.

Ia berharap semoga generasi muda tetap mengingat sejarah terdahulunya. Hal serupa juga disampaikan Tamrin, Pengawas Kontraktor Proyek Perbaikan Kereta Api.

Lelaki bercelana pendek dengan kupluk dikepalanya itu beberapa kali mengkoreksi kinerja teman-temannya yang sedang merapikan bagian di sekitar kereta api.

Tamrin bercerita, sudah sebulanan ia dan para pekerja merapikan di sekitar tugu kereta api. “Bagian kereta apinya menggelupas, diperbaiki, tapi tetap sesuai dengan keasliannya,” ujarnya.

Untuk pekerja sendiri, ada empat orang yang diturunkan dengan gaji 130 ribu hingga 150 ribu dalam sehari. “Memperbaiki bagian kereta apinya, upahnya lebih besar,” tutup Tamrin.