Dugaan Korupsi Hotel Kuansing 2015 Ditingkatkan ke Tahap Penyidikan

Kajari-Kuansing-Hadiman.jpg
(Kejari Kuansing)

RIAU ONLINE, TELUK KUANTAN - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuantan Singingi (Kuansing) mengendus adanya dugaan korupsi pembangunan Hotel Kuansing pada kegiatan Tahun 2015 silam dengan pagu anggaran Rp 13,1 Miliar.

Kasus tersebut kini telah ditingkatkan oleh Kejari Kuansing dari penyelidikan ke tingkat penyidikan. Namun Kejari Kuansing belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut.

"Kita sudah menemukan dua alat bukti yang cukup sehingga kita naikan statusnya dari penyelidikan ke tingkat penyidikan, tapi sifatnya masih umum karena belum atau masih dalam penghitungan kerugian negara," kata Kajari Kuansing, Hadiman dalam konferensi pers yang digelar di kantor Kejari Kuansing, Senin, 20 Juli 2020 lalu.

Kasus tersebut, disampaikan Kajari, adalah kegiatan pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing Tahun 2015 yang dilakukan PT Betania Prima. "Yang mengerjakan hotel kuansing khusus mobiler pada ruang pertemuan itu adalah PT Betania Prima," ujar Hadiman.

Disampaikan Hadiman, pada 2015 di hotel kuansing yang telah dibangun pada 2014 dilakukan pembangunan kegiatan ruang pertemuan hotel Kuansing dengan jaminan pelaksanaan yang berbentuk bank garansi dengan nomimal jaminan sebesar Rp 629.671.400.

"Jadi pembangunan hotel Kuansing ini ada tiga kegiatan, mulai pengadaan tanah pembangunan fisik pada 2014 silam. Kemudian ada pengadaan mobiler tapi di sini disebut pembangunan ruang pertemuan dilaksanakan pada 2015," katanya.

Jadi, kata Hadiman yang dilidik oleh Kejaksaan adalah pembangunan ruang pertemuan atau mobiler.
"Ini kegiatan tahun 2015 silam" katanya.

Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan Kejari Kuansing, dalam kegiatan tersebut terjadi keterlambatan pembayaran uang muka oleh PPTK kepada pihak penyedia sehingga mengakibatkan progres pekerjaan menjadi terhambat.



Kemudian dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, pihak PT Betania Prima tidak pernah ada dilokasi pekerjaan dan hanya datang pada saat pencairan pembayaran pekerjaan setiap terminnya dalam hal ini dihadiri Direktur perusahaan.

Fakta lain yang ditemukan, pada saat selesai masa kontrak oleh PT Betania Prima hanya mampu melaksanakan pekerjaan dengan bobot sebesar 44,501 persen, dengan nilai yang telah dibayarkan sebesar Rp 5,2 miliar.

Namun pada saat itu, PPK dalam kegiatan itu, dalam pelaksanaannya tidak selesai dan ditambah denda sebesar Rp 352 juta."Namun denda tidak pernah di tagih oleh PPK," kata Hadiman.

"Jadi begini, seharusnya PT Betania Prima ini mengerjakan 100 persen, ternyata dalam perjalanan hanya dikerjakan 44,501 persen. Selebihnya tidak dikerjakan karena alasan tidak mampu, karena barang-barang yang dia beli tidak sesuai atau tidak sampai ditempat."

Sehingga Pemda dalam hal ini Dinas Cipta Karya hanya membayar sebesar Rp 5,2 miliar."Selebihnya tidak dibayar. Dan seharusnya kontrak kan diputus, tapi sampai hari ini tidak ada diputus," kata Hadiman.

Namun dendanya tetap dibayar 1/1.000 oleh PT Betania Prima. "Ini berdasarkan temuan BPK PT Betania Prima wajib membayar denda keterlambatan Rp 352 juta. Dan sudah dibayar 2018 lalu, sedangkan paketnya ada di 2015," katanya.

Seharusnya, kata Hadiman, denda tersebut dibayar sejak putus kontrak. "Seharusnya perusahaan diberi catatan hitam atau diblacklist. Tapi sampai hari ini tidak ada diputus kontrak oleh PPK maupun PPTK," katanya.

Sehingga, kata Hadiman, status pada hari ini (Senin,red) dinaikan dari penyelidikan ke tingkat penyidikan."Tersangkanya kita umumkan setelah hasil perhitungan kerugian negara nanti keluar," katanya.

Kemudian fakta lainnya, disampaikan Hadiman, sejak awal kegiatan tidak pernah dibentuk tim penilai penerima hasil pekerjaan (PPHP) oleh KPA, sehingga pada saat pekerjaan selesai hanya dengan bobot 44,501 persen.

PPK, katanya, tidak pernah melakukan serah terima terhadap hasil pekerjaan sehingga sampai dengan saat ini hasil pekerjaan senilai Rp 5,2 miliar tidak jelas keberadaannya.

"Sampai saat ini hotel kuansing belum dapat dimanfaatkan,"pungkasnya.

Dalam kasus tersebut, disampaikan Hadiman, ada sekitar 20 orang yang sudah dipanggil dimintai keterangan. "Ada 20 orang kita panggil termasuk PPK maupun PPTK dan lainnya," katanya.