Balon Bupati Bengkalis Kasmarni Didakwa Terima Uang Rp 23 M dari Pengusaha Sawit

sidangamril-virtual.jpg
(riauonline)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Bupati Bengkalis non aktif, Amril Mukminin, menjalani sidang perdana Kamis 25 Juni 2020 di Pengadian Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru.  Dia menjadi terdakwa dalam dugaan korupsi gratifikasi.

Sidang itu berlangsung secara virtual, yang mana Amril dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tonny Franky Pangaribuan SH berada di gedung Merah Putih Jakarta sementara majelis hakim berada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru.

Selain mendakwa Amril Mukminin, dalam dakwaan itu JPU juga berulang kali menyebut nama Kasmarni, istrinya. Kasmarni sendiri diketahui tengah getol maju dalam pemilihan Bupati Bengkalis, Desember 2020 mendatang dan telah didukung tiga partai, yakni PAN, PKB dan PBB.

JPU mengatakan bahwa istri Amril, yakni Kasmarni, disebut juga menerima uang sebanyak Rp23,6 miliar lebih. Uang itu diketahui dari dua orang pengusaha sawit. Uang tersebut diterima oleh Kasmarni secara tunai maupun melalui transfer ATM dalam waktu 6 tahun.

Adapun pengusaha sawit yang dimaksud yakni, Jonny Tjoa selaku Direktur Utama dan pemilik perusahaan sawit PT Mustika Agung Sawit Sejahtera dan Adyanto selaku Direktur dan pemilik PT Sawit Anugrah Sejahtera.

"Dari pengusaha Jonny Tjoa sebesar Rp12.770.330.650 dan dari Adyanto sebesar Rp10.907.412.755. Uang itu diterima dikediamannya pada Juli 2013-2019," ungkap JPU.

Pada 2013 lalu, Jonny Tjoa meminta bantuan Amril untuk mengajak masyarakat setempat agar memasukkan buah sawit ke perusahaan tersebut dan mengamankan kelancaran operasional produksi perusahaan.

"Atas bantuan tersebut, Jonny Tjoa memberikan kompensasi berupa uang kepada Terdakwa sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Sehingga, terhitung sejak Juli 2013 dikirimkan uang setiap bulannya dengan cara ditransfer ke rekening atas nama Kasmarni," paparnya.

Pemberian uang itu, terus berlanjut hingga Amril dilantik menjadi Bupati Bengkalis pada 2016 lalu. Tak hanya dari Jonny Tjoa, Amril juga menerima gratifikasi dari Adyanto saat masih menjabat sebagai anggota DPRD Bengkalis terhadap bantuan mengamankan kelancaran operasional pabrik.


 "Atas bantuan tersebut, Adyanto memberikan kompensasi berupa uang kepada terdakwa dari prosentase keuntungan yaitu sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Uang tersebut diberikan setiap bulannya sejak awal tahun 2014 yang diserahkan secara tunai kepada Kasmarni di rumah kediaman terdakwa," sebut JPU.

Masih dalam persidangan itu, Amril Mukminin usai mendengar isi dakwaan JPU KPK, akan berjanji menyampaikan hal yang benar dalam persidangan nantinya. Dirinya juga mengatakan keberatan dengan isi dakwaan JPU.

"Saya selaku terdakwa, saya akan mengatakan benar apabila itu sesuai fakta dan kenyataan. Dan apabila tidak sesuai fakta yang sebenarnya, saya keberatan dengan dakwaan," ungkap Amril, dalam sambungan vidcon itu.

Tidak hanya itu, dirinya juga memohon kepada majelis hakim agar bisa dipindahkan ke Rumah Tahanan (Rutan) di Kota Pekanbaru. Hal tersebut dikarenakan, dirinya ingin secara langsung ikut dalam persidangan kedepannya.

"Seperti persidangan Bupati lainnya, seperti Bupati Solok Selatan. Penahanan dan persidangan sesuai dengan locus kejadian. Agar saya juga bisa fokus menghadapi perkara ini. Sehubungan dengan keberadaan keluarga, anak-anak dan istri saya, berada di Pekanbaru. Serta tim penasehat hukum saya, semua berdomisili di Pekanbaru. Tidak satu pun keluarga saya yang berdomisili di Jakarta," mohon Amril.

"Demikian yang mulia, mohon permohonan saya ini dikabulkan," sambungnya.

Dalam dakwaannya, JPU menjelaskan sepak terjang Amril Mukminin dalam pusaran dugaan korupsi gratifikasi, bahkan saat dirinya masih menjabat sebagai anggota DPRD Bengkalis dua periode hingga Bupati Bengkalis di awal 2016. Jumlahnya mencapai puluhan miliar yang diterima secara bertahap.

Uang sebanyak itu, diterimanya saat masih sebagai anggota DPRD Bengkalis 2 periode yakni 2009-2014, 2014-2019 dan saat menjabat sebagai Bupati Bengkalis periode 2016-2021.

"Terdakwa terdakwa Amril dijerat dalam Pasal 12 huruf a, Pasal 11, dan Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP," kata JPU KPK.

Di awal dakwaan, JPU menerangkan dalam proyek pembangunan jalan Duri-Sei Pakning, Amril disebut sebagai orang yang mengupayakan agar PT Citra Gading Asritama (PT CGA) memenangkan pekerjaan proyek tersebut. Dalam hal ini, Amril diduga menerima sejumlah uang dalam bentuk Dolar Singapura.

"Totalnya SGD520.000. Atau jika dirupiahkan setara dengan Rp5,2 miliar. Uang itu diterima melalui ajudan terdakwa, Azrul Nor Manurung. Yang diserahkan melalui Triyanto, pegawai PT CGA, atas perintah Ichsan Suaidi selaku pemilik PT CGA," terang JPU.

Proyek tersebut, dilanjutkan JPU, kemudian disetujui untuk dianggarkan pada APBD Kabupaten Bengkalis secara tahun jamak (multy years) dengan pembuatan Nota Kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Bengkalis dengan DPRD tentang penganggaran kegiatan tahun jamak Tahun Anggaran 2017-2019 Nomor 14/MoU-HK/XII/2016 dan Nomor 09/DPRD/PB/2016 tanggal 13 Desember 2016.

"Nota Kesepakatan itu ditandatangani oleh terdakwa selaku Bupati Bengkalis dan Abdul Kadir selaku Ketua DPRD Kabupaten Bengkalis," lanjutnya.