Kisruh RPJMD dan PSBB, Intsiawati Ayus: Siapa Yang Pilih Firdaus Dua Periode?

inst-ayus.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Anggota DPD RI dari Riau, Intsiawati Ayus menilai apa yang dilakukan oleh Wali Kota Pekanbaru Firdaus saat masyarakat Pekanbaru dipusingkan akibat kekacauan PSBB adalah hasil dari produk masyarakat.

"Saya melihat politik adalah drama. Kalau drama seperti sekarang ini rakyat mau mengadu kemana lagi? Ini catatan keras bagi rakyat, siapa yang pilih Firdaus dua periode? Periode pertama saja sudah banyak bobroknya, kok masih dipilih," kata perempuan yang biasa disapa Iin ini, Selasa, 19 Mei 2020.

Iin mengatakan hal itu karena ada anekdot yang menyebutkan pemimpin adalah cerminan dari masyarakatnya. Kalau masyarakat yang memilih Firdaus lewat Pemilu, sekarang adalah konsekuensi pilihan tersebut.

Dari dulu, Iin selalu menyampaikan kepada masyarakat untuk berhati-hati dalam menentukan pilihan di Pemilu, karena jika memilih orang yang salah maka mereka akan salah urus. Baik kepala daerah maupun wakil rakyat.

Pekanbaru, lanjut Iin, adalah kota kecil. Artinya wali kota dan DPRD tak perlu menunggu teriakan rakyat dan tulisan wartawan untuk mengambil suatu kebijakan karena semua terpantau dengan jelas.

"Ternyata mereka (DPRD dan Pemko) tak mengurus dan tak mengerjakan. Artinya mereka sudah bebal, ini masyarakat sangat membutuhkan. Sekarang masyarakat harus mengadu ke mana?" tambahnya.


Dalam drama politik sambungnya, selalu ada yang menangis dan tertawa, ada yang kehilangan dan ada yang mendapat. Pertanyaannya, yang mendapat ini, mereka mendapat apa?

"Sekarang kita bicara RPJMD, apa sih yang mereka kejar? Saya memang belum baca buku lintang RPJMD, tapi saya mau bertanya apa argumentasinya sampai memprioritaskan RPJMD ini? Kalau mau suntik dana ke BUMD, BUMD yang mana? Toh semua BUMD merugi semua," tegasnya.

"Apakah ada dalam RPJMD itu ada untuk masyarakat? Kalau ada, Alhamdulillah, berarti drama ini berakhir manis di masyarakat. Tapi kalau hanya mengejar pekerjaan fisik, berarti mereka harus taubat," pungkasnya.

Kepemimpinan adalah ketauladanan, bicara tauladan sudah pasti berbicara masalag hati. Saat mereka tak bisa memberi tauladan kebaikan, berarti mereka tak punya hati.

"Kalau mengejar fisik, mereka tak punya hati. Orang sekarang lapar, orang tak mau makan semen dan bangunan," ujarnya.

Orang yang dalam kondisi lapar takkan bisa melihat mana yang halal dan mana haram, mereka hanya berpikir apakah bisa makan atau tidak.

"Berurusan dengan orang lapar, tak ada satupun keindahan. Yang ada hanya kebencian dan bermuara pada anarkis. Jangan sampai tercipta parlemen jalanan," tuturnya.

Iin juga menyinggung Wali kota yang gagal mencarikan uang untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dalam Bansos, dimana angka Rp 115 Milyar yang digembar-gemborkan Pemko hanya diatas kerja saja.

"Sudahlah bebal, mereka juga suka mengkhayal. Semua dalam tulisan aja. Makanya saya selalu mengulang, kepala daerah banyak yang terlatih menghabiskan duit, tapi tak pandai mencari duit. Ini kan mau pilkada, ada 9 pilkada, kalau tak pandai cari duit, jangan berebut maju Pilkada," tutupnya.