Ketua RT/RW se Kelurahan Air Dingin menolak keras bantuan Sembako yang diserahkan oleh Pemko Pekanbaru. Sebanyak 15 ribu lebih paket sembako itu disalurkan kepada warga miskin se-Kota Pekanbaru terdampak Covid-19.
(istimewa)
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Anggota Aliansi Emak-emak Terdampak Covid-19 Pekanbaru, Vivi Husni mengaku kecewa dengan kinerja DPRD Kota Pekanbaru yang menurutnya jauh dari harapan.
Kritikan itu disampaikan warga Kelurahan Delima ini karena berdasarkan pertemuannya dengan Komisi I DPRD Pekanbaru kemarin, anggota DPRD tidak mengetahui realisasi anggaran Rp 115 Milyar untuk penanganan Covid-19.
Terutama, untuk pembagian sembako kepada warga Pekanbaru terdampak Covid-19 yang sudah 14 hari pergerakannya dibatasi oleh kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Saya sangat kecewa, harusnya mereka yang diberi kedaulatan orang rakyat bisa mengawasi anggaran ini, tapi ternyata mereka saja tidak tahu, apalagi kami yang tidak punya jabatan ini," kata Vivi, Kamis, 30 April 2020.
Dikatakan Vivi, padahal salah seorang wakil Ketua DPRD Pekanbaru yang merupakan menantu dari Walikota Pekanbaru Firdaus yakni Ginda Burnama ikut dalam acara seremonial pembagian Sembako yang diperuntukkan kepada 15.625 KK di Pekanbaru.
Vivi bahkan mengulangi pernyataan salah seorang anggota DPRD saat menyambut kedatangan mereka di gedung DPRD Pekanbaru, dimana dewan tersebut menuding Pemerintah sudah melakukan pembohongan publik.
"Statementnya keras ternyata hanya untuk kami, bahkan untuk memanggil Wali kota saja sampai PSBB sudah berakhir, mereka belum ada," ujarnya.
Vivi sendiri secara pribadi, kerap dihubungi oleh sejumlah janda miskin di Pekanbaru yang mengeluh tidak punya beras lagi untuk dimasak, namun sampai hari ini dia belum mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah.
"Kalau tidak bisa memperjuangkan hak rakyat, tidak usah jadi wakil rakyat. Jadi rakyat biasa saja seperti kami," kesalnya.
Sementara itu, emak-emak lainnya, Fawny Razak mengatakan hal yang sama, menurutnya emak-emak sangat care kalau setiap kebijakan sudah menggangu periuk nasi mereka.
Itulah kenapa pihaknya selalu menyuarakan aspirasi yang berkaitan dengan dapur mereka, termasuk kebijakan PSBB yabg sangat merugikan mereka.
"Kami tentu mau minta solusi kepada DPRD, karena mereka tempat kami mengadu, kami punya wakil dalam pembuatan keputusan dengan harapan DPRD bisa menjadi corong kami untuk mempengaruhi kebijakan PSBB," katanya.
"Kami ini murni bicara kepentingan rakyat, kami tidak ada kepentingan politik, kami hanya kepentingan dapur. Sampai kapan masyarakat bisa bertahan? akan sampai kapan kami sanggup menahan lapar terus? Ini malah mau ads PSBB jilid II," tegasnya.
Tapi sayangnya, kedatangan mereka di DPRD hanya mendapatkan jawaban normatif saja, dan tidak ada solusi apapun dari DPRD karena DPRD sendiri juga tidak tahu apa-apa dengan anggaran Rp 115 Milyar.
"DPRD kan ada hak interpelasi, tapi anggota dewan kita malah cari aman, kami cuma dikasih kata-kata manis, 'aspirasi ibu diterima, nanti kami sampaikan'. kalau hanya gitu saya pun bisa jadi anggota dewan. Terima aduan dan dapat gaji besar," jelasnya.
"Kami ini butuh tindakan nyata mereka, jangan takut sama wali kota, ada ribuan rakyat yang mendukung mereka. Kalau begini wajar saja kami menyebut DPRD seperti berselingkuh, di depan kami seolah bekerja, dibelakang kami entah apa yang dilakukan dengan wali kota," tambah alumni sarjana ilmu politik ini.