Atasi Banjir, Marwan Sarankan Lahan Ilegal Dihutankan Kembali

Marwan.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Komisi II DPRD Riau membidangi perkebunan berharap pemerintah bisa menghutankan kembali lahan perkebunan ilegal yang saat ini tengah digesa oleh Satuan Tugas (Satgas) Lahan Ilegal. Di mana tim satgas penertiban lahan ilegal saat ini dipimpin langsng Wakil Gubernur Riau, Edy Natar Nasution.

Anggota Komisi II Marwan Yohanis mengatakan, pemerintah harus menyiapkan regulasi pasti untuk mengembalikan fungsi lahan tersebut seperti semula.

Jika lahan tersebut tidak ada masyarakat di sekitarnya lahan harus dikembalikan ke Negara.
Sedangkan jika ada masyarakat sekitar yang memiliki adat istiadat, pemerintah harus menyerahkannya kepada ulayat.

"Kalau berada di wilayah kenegerian yang memiliki adat istiadat, kembalikan ke ulayat karena merekalah pemilik lahan sebenarnya, sekarang kan kita sedang merevisi Perda tanah ulayat, kita manfaatkan ini," kata politisi Gerindra ini, Sabtu, 4 Januari 2020.

"Kalau istilah orang Minang, kabau tagak kubangan tingga," tegasnya.

Secara pribadi, Marwan menginginkan lahan ini bisa dihutankan kembali mengingat banjir yang terus terjadi setiap tahunnya di Riau karena hutan yang sudah gundul sejak orde baru.



Hutan yang gundul ini, sambungnya, tidak perlu diratapi karena memang sudah lama terjadi yakni sejak Orde baru. Namun, saat ini harus fokus bagaimana mengembalikan hutan yang gundul ini menjadi hijau kembali.

Ia menambahkan, jika hutan sudah hijau kembali Riau bisa memiliki daerah resapan air, sehingga air tidak langsung mengalir ke sungai saja dan ketika volumenya naik akan merendam kampung sekitarnya.

Selain Pemprov Riau, Marwan juga mengimbau agar pemerintah pusat ikut dalam upaya menghutankan kembali perkebunan ilegal sebagai bentuk upaya banjir.

"Banjir di Kuansing tidak bisa diselesaikan Pemkab Kuansing saja, karena airnya kan datang dari kabupaten lain bahkan provinsi lain. Itu lah gunanya ada Bappeda dan Bappenas. Selama ini mereka kan jalan sendiri-sendiri, menangani banjir harus bersama," pungkasnya.

Tak hanya banjir, hutan yang sudah hilang ini juga menyebabkan binatang buas seperti harimau dan gajah memasuki perkampungan masyarakat bahkan sudah memasuki rumah karena habitatnya sudah hilang.

"Makanya semua ini harus masif, jangan masifnya saat curang saja, untuk kebaikan seperti ini juga harus masif," tutupnya.

Sebelumnya, sejumlah perusahaan perkebunan di Riau diduga menggarap lahan yang masuk di kawasan hutan tanpa izin. Tidak tangung-tanggung, luas perkebunan yang digarap secara ilegal oleh perusahaan di Riau mencapai 58.350 hektare.

Temuan ini terungkap setelah Tim Satuan Tugas (Satgas) penertiban lahan ilegal Provinsi Riau yang dibentuk November 2019 lalu melakukan penertiban ke sembilan kabupaten di Riau. Total luas lahan perkebunan yang berhasil diidentifikasi oleh tim Satgas mencapai seluas 80.885,59 hektare dengan total jumlah perusahaan sebanyak 32 perusahaan.

Setelah dilakukan pengecekan ke lapangan, tim berhasil mengidentifikasi lahan seluas 58.350,97 hektare yang berada di kawasan hutan. Lahan ini pun disinyalir digarap oleh perusahaan secara ilegal. Sedangkan sisanya, 22.534,62 hektare lagi berada di luar kawasan hutan atau di Area Penggunaan Lain (APL).