Kelompok Petani Binaan BRG di Riau Resmi Bentuk Koperasi

Koperasi-BRG.jpg
(riauonline)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Sejumlah petani binaan Badan Restorasi Gambut (BRG) yang berasal dari Riau meresmikan pembentukan Koperasi Petani Gambut (KPG) Riau pada Sabtu (14/12/2019), di Hotel Aryaduta Pekanbaru. Dalam kegiatan ini, BRG memfasilitasi dan mendorong petani binaanya yang kini sudah berhimpun untuk meningkatkan hasil dan kualitas produksi produk pertanian gambut mereka.

Kepala BRG, Nazir Foead, mengatakan bahwa pembentukan KPG ini merupakan inisiasi dari petani binaan itu sendiri. Mereka menyadari bahwa peluang pasar akan lebih luas jika pemasaran, peningkatan kualitas, dan praktik pertanian ramah gambut diterapkan dan didampingi oleh BRG serta Pemprov Riau.

“Pembentuka koperasi ini merupakan bentuk dari revitalisasi ekonomi di wilayah gambut, di mana masyarakat mengolah lahan gambut yang ramah lingkungan namun bisa meningkatkan ekonomi masyarakat,” sebut Nazir.

Program revitalisas ini juga berhasil memberikan manfaat ekonomis kepada masyarakat maupun lingkungan. Masyarakat tidak hanya diajarkan bagaimana membudidayakan tanaman di lahan gambut secara eco-friendly, namun juga bagaimana memberikan nilai tambah di produk tersebut dan juga memperluas akses pasar. “Kita harapkan program revitalisasi ini bisa berkelanjutan,” tutur Nazir.

Di Riau sendiri, sejak 2017 lalu, BRG sudah melakukan revitalisasi ekonomi terhadap 82 kelompok masyarakat. Kegiatan ini juga didukung oleh Pemprov Riau dan diharapkan bisa terus berkembang.


Kelompok masyarakat ini tersebar di sepuluh kabupaten/kota di wilayah Provinsi Riau yang masuk dalam Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) prioritas intervensi BRG tahun 2017 – 2019, yaitu: Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Pelalawan, Kota Pekanbaru, Kabupaten Kampar, Kabupaten Siak, Kabupaten Bengkalis, Kota Dumai, dan Kabupaten Rokan Hilir.

Ketua Pokmas Mekarsari, Tarmini, merupakan salah satu contoh sukses petani penerima manfaat program revitalisasi ekonomi. Ia menyatakan dengan adanya KPG ini, petani berharap memiliki jaminan pasar dan akses permodalan dari produk yang telah dihasilkan. Ke depannya para petani terus berusaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk sesuai dengan semakin banyaknya sarana dan prasarana bantuan yang telah diberikan oleh BRG maupun Pemprov Riau.

“Pada 2017, para petani mulai memproduksi produk turunan berupa keripik dan dodol nanas setelah mendapatkan bantuan mesin dan peralatan pengolahan nanas untuk para petani. Tahun ini, kami menambah bentuk produk berupa selai dan sari buah nanas dan akan terus berkembang,” ujar Tarmini.

Selain itu, juga ada produk lain seperti produksi telur asin, olahagan sagu, sari buah nanas, dan produk turunan lainnya yang dijual dengan harga lebih tinggi.

Asisten Deputi Pertanian dan Perkebunan Kementerian Koperasi dan UKM, Dewi Syarlen, mengatakan dengan terbentuknya koperasi ini akan memperkuat posisi petani. Koperasi mampu menyalurkan hasil produksi dengan lebih besar ketimbang sendiri-sendiri. “Jika hasil berlimpah, seperti saat ini, penampung tetap bisa didapatkan dengan lebih mudah jika ada koperasi,” sebutnya.

Selain itu, tambah Dewi, koperasi juga bisa menjadi sarana untuk mendapatkan sertifikasi seperti sertifikasi halal yang bisa mendukung proses pemasaran. Demikian juga dengan keberadaan teknologi saat ini juga bisa mendorong penjualan yang ada di koperasi. (Abe)