Masyarakat Kecamatan Terluar Indonesia Sambut HUT RI Dengan Suka Cita

pawai-hut-ri.jpg
(Hasbullah)

RIAUONLINE, BENGKALIS - Ribuan masyarakat kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis merayakan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang ke 74 dengan penuh suka cita.

 

Meski secara geografis keberadaan kecamatan ini berbatasan langsung dengan negara tetangga, Malaysia. Ternyata tak mengurangi rasa nasionalisme masyarakat setempat.

 

Rangkaian acara perayaan di kecamatan yang memiliki luas 426 km² ini dimulai dengan pelaksanaan upacara di setiap kantor desa yang ada pada pagi hari.

 

Upacara ini, selain dihadiri oleh siswa sekolahan juga dihadiri seluruh pegawai negeri maupun honorer yang ada di lingkungan Pemkab Bengkalis.

 

Usai menggelar upacara bendera, kemudian masing-masing desa melakukan pawai menyusuri jalan Jenderal Sudirman menuju lapangan sepakbola pasar Bantan.

 

Pawai yang dilakukan oleh masyarakat setempat cukup unik, dimana seluruh masyarakat memamerkan kebudayaannya yang beragam.


 

Sontak saja, pawai ini kemudian menarik perhatian sejumlah masyarakat yang berada di sekitar lapangan bola, beberapa masyarakat mengabadikan momen ini dengan memotret menggunakan smartphonenya.

 

Untuk diketahui, peradaban di kecamatan ini sudah sangat lama karena posisinya yang strategis dan berhadapan langsung dengan selat Malaka yang memisahkan Indonesia dengan Malaysia.

 

Inilah yang menyebabkan masyarakat disini terdiri dari berbagai kultur kebudayaan mulai dari Melayu, Tionghoa, Jawa, Minangkabau dan berbagai suku lainnya.

 

Misalnya suku Jawa, terlihat dari pakaian peserta pawai perempuan yang menggunakan kebaya sambil memegang nyiru yang berisi hasil bumi seperti buah-buahan.

 

Tak hanya itu, sejumlah masyarakat yang laki-laki yang mengarak tumpeng besar setinggi  sekitar dua meter berisi beraneka ragam buah-buahan.

 

Selain itu, peserta pawai jumlah tampak membawa sepeda ontel yang pada masa perjuangan merebut kemerdekaan merupakan salah satu alat transportasi.

 

Sepeda ontel dibawa oleh para lelaki yang atasannya menggunakan topi tani, blangkon, kopiah dan topi bundar khas perang zaman dahulu. 

 

Di belakang sepeda onthel, peserta pawai juga membawa miniatur tank.

 

Pawai ini diikuti oleh seluruh masyarakat dari berbagai usia, bahkan beberapa emak-emak membawa serta anak bayinya dalam gendongan untuk melihat detik-detik proklamasi di lapangan bola.