Garap Lahan Hutan Lindung, PT Padasa Diduga Pakai Modus KPPA

monitoring-lahan.jpg
(istimewa)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Tim terpadu yang merupakan gabungan antara anggota DPRD Riau beserta penegakan hukum LHK, menggelar inspeksi mendadak (Sidak) ke salah satu perusahaan di kabupaten Kampar, PT Padasa Enam Utama.

Tim yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPRD Riau, Asri Auzar ini dibekali oleh data temuan Pansus Monitoring DPRD Riau yang menyatakan bahwa ada 1,4 juta lahan ilegal di provinsi Riau, dikuatkan dengan data dari KPK yang menyebut 1,2 juta lahan ilegal.

Salah seorang anggota DPRD Riau, Suhardiman Amby mengatakan, perusahaan diduga menyulap hutan lindung menjadi kebun sawit dengan modus dijadikan Kredit Koperasi Primer Anggota (KPPA).

"Ada 3500 hektar lahan hutan lindung Suligi yang diduga mereka jadikan lahan kebun dengan modus KPPA, kita duga juga mereka yang menanam di sana, merambah di sana, menampung buah dari sana juga karena perusahaan ini ada pabriknya juga dengan kecepatan 90 ton perjam," ujar Suhardiman, Kamis, 25 Juli 2019.

Tak hanya menggarap lahan di kawasan hutan, PT Padasa disebut Suhardiman juga diduga menggarap lahan di luar Hak Guna Usaha (HGU) di sisi kiri lahan perusahaan ini.



Untuk itulah, DPRD Riau yang didampingi langsung Satpol PP provinsi Riau, Polisi Hutan, dan Gakkum LHK menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada Gakkum LHK.

Berdasarkan undang-undang yang berlaku, menurut Suhardiman, penggarapan lahan di kawasan hutan bisa dikenakan hukuman pidana dan denda.

"Biarkan Gakkum yang bekerja, tapi ini jelas pelanggaran pidana maksimal 10 tahun, denda 12 milyar," tutup Suhardiman.

Sementara itu, wakil ketua DPRD Riau Asri Auzar, menambahkan, dengan sidak yang dilakukan pihaknya dan ditemukan bahwasanya data yang disampaikan Pansus Monitoring dan KPK ada benarnya.

"Temuan di sana, menunjukkan bahwa perusahaan ini merambah hutan secara ilegal, artinya hasil temuan Pansus monitoring dan KPK benar adanya, ini tidak ampun lagi," tuturnya.

Menanggapi tudingan DPRD Riau, pihak perusahaan melalui manager kemitraan, Suryanto Effendi mengaku tidak tahu persis status lahan KPPA yang disebut bagian dari hutan lindung.

"Pas pembukaan lahan dulu, saya gak tahu juga, yang saya tahu itu lahan dari masyarakat, hantaran Ninik mamak desa sini. Tahun 2000. Saya disini kerja mulai tahun 2009," ulasnya.