Bupati Bengkalis, Amril Mukminin memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Mako Brimob Polda Riau, Jalan KH Ahmad Dahlan, Kota Pekanbaru, Kamis, 7 Juni 2018
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Kurun waktu 13 hari, dua kepala daerah di Riau, dibuka oleh Wali Kota Dumai, Zulfkili Adnan Singkah (AS), 3 Mei 2019, lalu diikuti 16 Mei 2019, Bupati Bengkalis Amril Mukminin, ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penetapan kedua kepala daerah di Riau tersebut sebagai tersangka korupsi, apalagi oleh KPK, tinggal selangkah lagi bakal menghuni dinginnya lantai hotel prodeo di Kuningan, menambah daftar hitam Gubernur, Bupati dan Wali Kota tersangkut kasus rasuah.
Catatan RIAUONLINE.CO.ID, sejak 2003 silam, dibuka dengan penetapan tersangka Gubernur Riau, Saleh Djasit, oleh KPK, diikuti juniornya, Rusli Zainal dan Annas Maamun, 10 dan 11 tahun kemudian, setidaknya sudah 13 kepala daerah terjeret korupsi.
Selain tiga gubernur di atas, terdapat seorang wali kota, baru ditetapkan tersangka oleh KPK, Zulkifli AS, dan 8 Bupati di Riau berurusan dengan makan-memakan uang rakyat.
Tak hanya itu, pada 2016 silam, penahanan Bupati Rokan Hulu (Rohul), Suparman, oleh KPK, Selasa, 7 Juni 2016, bersamaan dengan persidangan perdana mantan Bupati Bengkalis, Herliyan Saleh, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru.
Suparman tersangkut kasus dugaan suap pembahasan Anggaran APBD dan RAPBD Riau 2014 serta 2015, sedangkan Herliyan Saleh dalam kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) Pemkab Bengkalis.
Ketua DPD II Golkar Rokan Hulu itu ditahan bersama dengan Ketua DPRD Riau 2009-2014, Johar Firdaus, di Rumah Tahanan Pomdam Jata Guntur, Jakarta Timur.
Sedangkan Herliyan Saleh, disidangkan sebagai terdakwa kasus dugaan dana Bansos di Bengkalis. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Riau saat masih menjabat Bupati atau di masa pencalonan Pemilihan Kepala Daerah, 2015 silam.
Dalam kasus ini, Herliyan ditetapkan tersangka merupakan pengembangan atas tersangka lainnya, termasuk di dalamnya Ketua DPRD Bengkalis, Jamal Abdillah.
Berikut nama-nama kepala daerah di Riau, baik gubernur, bupati dan wali kota tersangkut kasus korupsi, baik masih menjabat atau belum serta penanganan kasusnya di Kejati Riau maupun KPK.
1. Gubernur Riau, Saleh Djasit, 1998-2003
Saleh Djasit tersangkut korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran yang juga menyeret Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kala itu, Hari Sabarno sebagai tersangka dan Hengky Daud, kontraktor pengadaan. Kasus ini ditangani langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Majelis Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis mantan anggota DPR RI Periode 2004-2009 dari Golkar tersebut empat tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta, serta subsider enam bulan kurungan pada Agustus 2008.
Ia terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dengan cara penunjukan langsung (PL) dalam pemilihan mobil pemadam kebakaran 20 unit di Riau pada 2003 dengan kerugian negara Rp 4,719 miliar. Lebih lengkap klik di sini untuk kronologisnya.
2. Gubernur Riau, Rusli Zainal, 2003-2013
Gubernur penerus Saleh Djasit ini, di akhir periode kedua saat menjabat, tersandung kasus dugaan korupsi PON Riau dan kehutanan. Di tingkat Pengadilan Negeri Tipikor Pekanbaru, Ketua DPD Golkar Riau, 2004-2009 ini, diputuskan bersalah dengan hukuman 14 tahun kurungan penjara mencabut hak politiknya sebagai pejabat publik.
Kemudian, mantan Bupati Indragiri Hilir (Inhil) ini banding dan divonis lebih ringan menjadi 10 tahun kurungan penjara. Kasus ini langsung ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, saat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung, hukuman Rusli Zainal berkurang menjadi 10 tahun kurungan penjara, denda Rp 1 miliar atau subsidair 6 bulan kurungan penjara.
Sebelumnya, saat kasasi di MA dengan hakim menyidangkannya, Artidjo Alkostar, vonis Rusli kembali ke putusan semula divonis Majelis Hakim PN Pekanbaru dengan kurungan penjara 14 tahun dan mencabut hak politiknya serta denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan, klik di sini.
3. Gubernur Annas Maamun, 2013-2018
Mantan Bupati Rokan Hilir (Rohil) dua periode ini, 2006-2016, menjadi Gubernur Riau defenitif terpendek masa menjabatnya sejak provinsi ini terbentuk, 1958. Annas menjabat sejak 19 Februari 2014 saat dilantik sebagai Gubernur Riau bersama Arsyadjuliandi Rachman, wakil gubernur Riau, oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
Selang tujuh bulan kemudian, 25 September 2014, Ketua DPD I Golkar Riau ini ditangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK bersama dengan dosen Fakultas Pertanian, Gulat Emas Manurung, dalam kasus suap alih fungsi lahan. Annas divonis 6 tahun penjara denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan penjara oleh majelis hakim PN Tipikor Bandung, Jawa Barat, klik di sini.
Annas kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, hakim MA malah memperberat hukumannya mejadi 7 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan penjara. Annas Maamun juga terseret sebagai tersangka dalam kasus suap pembahasan APBD dan RAPBD Riau.
Dalam kasus ini, selain Annas Maamun, juga terseret A Kirjuhari, anggota DPRD Riau dari PAN periode 2009-2014, Ketua DPRD Riau kala itu, Johar Firdaus dan Suparman.
4. Bupati Rokan Hulu, Ramlan Zast, 2001-2006
Ramlan Zas, didakwa oleh majelis hakim terseret kasus dugaan korupsi pengadaan genset tahun 2005 saat ia menjabat sebagai Bupati Rokan Hulu. Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan menyebutkan Bupati periode 2001-2006 ini telah melakukan korupsi pengadaan genset senilai Rp 39 miliar.
Selain itu, kerugian negara senilai Rp 7,9 miliar bersama Sekretaris Daerah, kala itu dijabat Muzawir. Atas perbuatannya, jaksa menuntut terdakwa dengan pidana penjara 4 tahun enam bulan, dan hakim menjatuhkan vonis lebih ringan enam bulan, menjadi 4 tahun serta membayar denda Rp 200 juta, dengan subsider dua bulan kurungan. Lengkapnya klik di sini.
Namun, berdasarkan Keputusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) RI Nomor 161.K/PID.SUS/2008, tertanggal 7 April 2008, memutuskan vonis 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan, subsider 3 bulan kurungan dan denda Rp 50 juta.
5. Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar, 2001-2011
KPK Komisi dalam menangani kasus korupsi kehutanan dengan melibatkan perusahaan-perusahaan kayu berafiliasi ke dua perusahaan bubur kertas dan kertas beroperasi di Riau, menjadikan Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar, sebagai pintu masuknya.
Azmun divonis 11 tahun penjara di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 16 September 2008. Ia dinilai bersalah menerbitkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan tanaman atau IUPHHK-HT, berakibat kerusakan hutan di Pelalawan.
Selain memvonis 11 tahun penjara, majelis hakim juga memerintahkan Azmun membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 12,367 miliar.
Jika dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, dan tak dibayar, harta bendanya akan disita dan dilelang untuk negara. Jika harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti itu, diganti dengan pidana empat tahun penjara. Lebih lengkap klik di sini.
6. Bupati Siak, Arwin AS, 2001-2011
Kasus menjerat Arwin AS, sama persis seperti dialami Gubernur Riau, Rusli Zainal, Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar, dan Bupati Kampar, Burhanuddin Husein, kasus korupsi kehutanan dalam pemberian izin kepada perusahaan kehutanan di Riau.
Arwin divonis pada Kamis, 22 Desember 2011, dengan hukuman 4 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Selain itu, Arwin juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 800 juta lebih dan 2.000 Dolar AS. Uang pengganti paling lambat dibayar dalam rentang waktu satu bulan, bila tidak dibayar harta benda terdakwa disita untuk negara. Kalau tidak mencukupi terdakwa dihukum 10 bulan penjara. Lengkap klik di sini.
7. Bupati Kampar, Burhanuddin Husein, 2005-2011
Bupati Kampar periode 2005-2011, Burhanuddin Husein, tersandung kasus dugaan korupsi saat menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau.
Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus kehutanan saat dilakukan pengembangan untuk tersangka lainnya, Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar dan Bupati Siak, Arwin AS.
Burhanuddin ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di sejumlah perusahaan, di Kabupaten Pelalawan dan Siak.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, menjatuhkan vonis Burhanuddin Husein selama 2 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan penjara. Info lengkap klik di sini.
8. Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir Rachman, 2000-2010
Birokrat ini dijerat secara berjemaah melakukan korupsi APBD Kabupaten Indragiri Hulu bersama-sama dengan seluruh anggota DPRD Inhu periode 2004-2009.
Dalam vonisnya di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, 2008 silam, Thamsir Rachman dijatuhkan putusan delapan tahun penjara denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Selain itu, mantan Wakil Ketua DPRD Riau 2009-2014 dari Partai Demokrat tersebut, harus membayar uang pengganti kerugian negara Rp 28,8 miliar subsider 2 tahun penjara. Ini sesuai dengan putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor registrasi perkara 336 K/ PID.SUS/2014 MA RI tertanggal 10 Februari 2014 itu, MA menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Thamsir Rahman melakukan tindak pidana korupsi dengan cara kas bon terhadap APBD Inhu selama dirinya menjabat. Akibatnya, terdapat kerugian negara Rp 114 miliar. Klik di sini untuk lengkapnya.
9. Bupati Rokan Hulu, Suparman, 2016-2021
Suparman, selain Annas Maamun, merupakan kepala daerah yang terpendek masa jabatannya. Suparman ditetapkan tersangka oleh KPK 10 hari jelang ia dilantik sebagai Bupati oleh Plt Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, Jumat, 8 April 2016.
Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan kasus suap APBD Riau yang menjerat Gubernur Riau Annas Maamujn dan Anggota DPRD Riau 2009-2014, A. Kirjuhari.
Suparman menjalani dua kali pemeriksaan oleh KPK, sebelum ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Timur, Selasa, 7 Juni 2016. Ketua DPD II Golkar Rokan Hulu ini menjabat selama sekitar 50 hari. Lebih lengkap klik di sini.
10. Bupati Bengkalis, Herliyan Saleh, 2011-2016
Herliyan Saleh ditetapkan tersangka oleh Polda Riau saat masa Pemilukada Bengkalis, 2015 silam. Ia ditetapkan tersangka bagian dari pengembangan kasus yang melibatkan Ketua DPRD Bengkalis, Jamal Abdillah serta beberapa anggota DPRD Bengkalis periode 2009-2014.
Herliyan menjalani sidang perdana Selasa, 7 Juni 2016. Ia ditahan Polda Riau, beberapa saat usai KPU Bengkalis mengumumkan penetapan pasangan calon pemenang Pemilukada. Lengkap klik di sini.
11. Wali Kota Dumai, Zulfkili AS, 2015-2021
Wali Kota Dumai, Zulkifli AS, ditetapkan tersangka untuk dua kasus. Kedua kasus tersebut merupakan pengembangan kasus suap pejabat negara yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta.
"Dalam proses penyidikan ini, KPK menetapkan ZAS (Zulkifli Adnan Singkah), Wali Kota Dumai 2016-2021 sebagai tersangka pada 2 perkara," ucap Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (3/5/2019). Sebagaimana dikutip dari Detik.com.
Untuk perkara pertama yaitu suap, Zulkifli diduga memberikan Rp 550 juta ke Yaya untuk mengurus anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P tahun 2017 dan APBN tahun 2018 Kota Dumai.
Sedangkan untuk perkara kedua yaitu gratifikasi, Zulkifli diduga menerima gratifikasi berupa uang Rp 50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta. Lebih lengkap klik di sini.
12. Bupati Bengkalis, Amril Mukminin, 2015-2021
Apa menimpa Bupati Bengkalis, Amril Mukminin, nyaris sama seperti dialami Wali Kota Dumai, terjerat dua kasus pengembangan dari dugaan korupsi peningkatan status jalan menghubungkan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih, Rupat.
Setelah dilakukan pencekalan ke luar negeri beberapa saat sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Bengkalis Amril Mukminin menjadi tersangka suap proyek pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning di Kabupaten Bengkalis. KPK menyangka Amril menerima Rp 5,6 miliar dari pihak PT Citra Gading Asritama selaku penggarap proyek.
"Tersangka AMU diduga menerima sedikitnya Rp 5,6 miliar, baik sebelum atau sesudah dilantik menjadi bupati," kata Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif di kantornya, Jakarta, Kamis, 16 Mei 2019. Lebih lengkap klik di sini.