Manggala Agni, Siaga 24 Jam Di Titik Terdepan

Pendinginan-karhutla1.jpg
(Dara Fitria)

Waktu sudah menunjukkan pukul 18.15 Wib. Matahari pun berangsur-angsur beranjak ke peraduan, hingga senja menyapa dan gelap menyelimuti Kelurahan Pergam, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, Selasa 5 Maret 2019, salah satu daerah terparah kebakaran hutan dan lahan. Namun, Safrudin bersama tujuh orang rekannya masih saja berada di tengah hutan, bekas lahan sawit yang terbakar hebat sejak satu bulan terakhir.

RIAU ONLINE - Gepalan tangannya masih bahu membahu bersama teman-temannya mengangkat selang air untuk disemprotkan pada semburan asap yang masih muncul di atas lahan berukuran sekitar 1.300 hektare yang terbakar.

Semakin gelap, penyemprotan air dititik yang masih ada kepulan asap masih terus dilakukan. Hanya bermodalkan senter yang dilekatkan di kepala masing-masing petugas. Mereka mencari titik asap, melakukan pemadaman bara api di bawahnya, agar tidak ada yang berpotensi menjadi titik api.

Ketika kondisi sudah diperkirakan aman, kepulan asap dipastikan sudah benar-benar dapat dikendalikan, sumber api yang berada di kedalaman lahan gambut sudah mati, barulah Safrudin mulai keluar dari dalam lahan yang terbakar.

Mesin dimatikan, satu persatu selang air mulai digulung, pertanda tugas mereka hari itu cukup sampai disitu.

Tidak langsung balik meninggalkan lokasi. Tim Manggala Agni ini terlebih dahulu berdoa bersama, berharap kondisi kebakaran di lahan yang sudah dapat dikendalikan 95 persen ini benar-benar aman untuk ditinggalkan.

Safrudin adalah Wakil Komandan Regu II, Tim Manggala Agni Wilayah Dumai. Beliau hanya satu dari sekian ratus personil Manggala Agni yang hingga saat ini masih bekerja keras di lapangan, melakukan pemadaman hingga proses pendinginan di lokasi kebakaran lahan wilayah Rupat.

Menurutnya, setelah api padam, tim harus melakukan pendinginan di lokasi kebakaran lahan. "Terhitung sudah empat hari kami melakukan pendinginan di titik ini," kata Syafrudin.

Mereka memanfaatkan air dari parit, lalu menyambung selang demi selang hingga masuk ke dalam area terbakar dan melakukan pendinginan.

Dengan kendaraan roda dua, tim Manggala Agni keluar dari lokasi kebakaran lahan, menuju barak untuk beristirahat.

Untuk sampai di barak, tim harus menempuh perjalanan lima kilometer dari jalan utama desa. Hanya jalan tanah, tidak ada pemukiman, hanya ada pepohonan karet dan sawit.

Sekitar pukul 21.00 WIB, setelah perjalanan hampir 5 Km, tim baru sampai di barak.

Bangunan kayu milik warga yang berada di tengah hutan dijadikan sebagai tempat beristirahat.

"Sebelumnya kami survei dulu ke lokasi, kami menemukan bangunan kayu warga ini yang bisa dijadikan tempat beristirahat, sehingga kami tidak mendirikan tenda," tuturnya.

Hanya bangunan kayu seadaanya milik warga. Tidak ada fasilitas pendukung lainnya. Untuk penerangan di malam hari, menggunakan mesin genset yang diangkut tim ke lokasi.

Sementara untuk MCK, tim memanfaatkan aliran air mengalir di parit yang ada di depan barak!



Tidak langsung beristirahat. Sekitar pukul 23.00 Wib, dibawah komando komandan regu, sebagian tim yang mendapat giliran piket ditugaskan melakukan patroli ke lokasi kebakaran lahan, memantau kondisi di lapangan.

"Harus tetap berjaga-jaga. 100 meter dari sini adalah kepala api. Resikonya besar. Harus tetap dipantau, jangan sampai angin mendadak menghidupkan titik asap menjadi titik api," tuturnya.

Ya, barak tempat tim beristirahat disebut sebagai posisinya kepala api. Tepatnya di Kelurahan Terkul. Dari sinilah awal mula kebakaran besar di lahan kawasan Rupat ini terjadi.

Dipaparkannya, sejak akhir Januari, sudah ada empat desa terbakar, yakni Desa Kebumen, Teluk Lecah, Sri Tanjung, dan Sukarjo Mesim. Titik api juga menyasar lahan di Kelurahan Pergam dan Kelurahan Terkul.

"Kami selalu berpindah-pindah. Lokasi ini adalah benteng terakhir yang kami jaga. Jangan sampai titik api loncat ke Kelurahan Batu Panjang dan Desa Darul Aman. Jika dua desa ini ikut terbakar, artinya Rupat Selatan keseluruhan terbakar. Itulah yang kami jaga dengan berpindah-pindah selama sebulan terakhir," jelas Safrudin.

Sebagian tim piket lainnya patroli, sebagian tim lainnya memanfaatkan waktu luang itu untuk menyapa keluarga mereka dari balik sambungan telepon.

Sejak kebakaran melanda lahan di Pulau Rupat awal bulan Februari lalu, sejak itu pula tim manggala agni wilayah ini meninggalkan rumah mereka untuk bertugas memadamkan api di lokasi kebakaran, bersama tim satgas lainnya.

Safrudin sendiri tidak pulang ke rumah selama dua minggu, ketika kebakaran lahan baru terjadi awal bulan Februari lalu. "Kalau sekarang sudah bisa pulang sekali dua hari," kelakar Syafrudin yang berdomisili di Dumai.

Lokasi peristirahatan ini disebut tim pemburu api ini sebagai kepala api. Benar saja, ketika RIAUONLINE.CO.ID ikut beristirahat di barak tim, ketika malam semakin tinggi, saat itu juga aroma asap pekat menyeruak!

Bagaimana tidak, lahan yang terbakar merupakan gambut. Ketika api padam di permukaan, belum menjamin titik api di bawah lahan gambut benar-benar padam.

"Ini asapnya sudah tidak pekat lagi. Waktu api masih besar kemarin, barak ini kondisinya dikepung asap tebal, karena titik inilah kepala apinya," kata Safrudin lagi.

Kendati demikian, tim pemburu api besutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini tak getir, tetap berada digaris terdepan dalam melakukan pemadaman kebakaran lahan.

Kadaops Manggala Agni Wilayah Dumai, Jusman menyebutkan, tim manggala agni Dumai sudah bekerja sejak bulan Januari lalu. Tim menyebar di kebakaran lahan yang terjadi di Pulau Rupat, Dumai dan Rokan Hilir.

Kendati sering terpinggirkan dan masih minimnya perhatian terhadap pasukan "merah" KLHK ini, tak menyurutkan mereka bekerja keras di lapangan.

Kerja Manggala Agni KLHK kini cakupannya memang lebih luas. Jika sebelumnya mereka hanya menjaga kawasan hutan konservasi, kini mereka juga harus menjaga lahan. Untuk Provinsi Riau, jumlah MA hanya sekitar 210 personil yang bertugas di empat Daops yakni Pekanbaru, Daops Rengat, Daops Siak, Daops Dumai.

Jumlah ini jelas tidak sepadan dengan luas area kerja mencapai 11 juta ha. Karenanya penanganan Karhutla harus dilakukan secara terpadu, dengan melibatkan unsur TNI, Polri, BNPB, BPBD, Masyarakat Peduli Api, dan pihak swasta.

"Jika hanya mengandalkan Manggala Agni saja jelas kurang. Karenanya pengendalian Karhutla harus ditangani secara bersama-sama," kata Koordinator Manggala Agni Riau, Edwin Putra.

Saat Rupat terbakar hebat, contohnya, kekuatan Manggala Agni lebih dari separohnya dikerahkan ke Rupat. Namun tetap saja tidak akan bisa mengendalian Karhutla, karena luasan area terbakar yang cukup luas.

Terlebih lagi saat ini mayoritas yang terbakar adalah lahan masyarakat. Peran aktif Pemda dan penegakan hukum, tentu menjadi salah satu kunci menekan jumlah titik api.

Direktur Pengendalian Karhutla KLHK, Raffles Pandjaitan mengatakan, total jumlah Manggala Agni se Indonesia saat ini ada 1.998 personil. Mereka tersebar hanya di 12 Provinsi rawan Karhutla, yang didominasi berada di Kalimantan dan Sumatera.

Paradigma kerja pengendalian Karhutla yang bergeser dari pemadaman menjadi pencegahan, dikatakan Raffles menjadi kunci utama penurunan hotspot (titik api) dalam kurun waktu tiga tahun terakhir di Indonesia.

Unsur penting lainnya karena keluarnya berbagai kebijakan berlapis, seperti moratorium izin di lahan gambut dan penegakan hukum lingkungan yang sangat tegas di era Menteri LHK, Siti Nurbaya.

Data satelit Terra/Aqua (NASA) menunjukkan penurunan jumlah hotspot periode 1 Januari- 5 Maret. Pada periode ini di tahun 2015, Provinsi Riau membara dengan total 2.289 titik api, kemudian menurun 298 titik api di tahun 2019.

Jumlah luasan Karhutla di periode yang sama, juga menurun sangat signifikan. Dari 4.277 ha, turun menjadi 1.409 ha. Mayoritas keseluruhan yang terbakar berada di lahan gambut yang sulit dipadamkan.

"Dari data ini bisa terlihat, bahwa Karhutla khususnya di Riau, sangat dapat dikendalikan dengan baik. Jikapun masih ada Karhuta, pemerintah terus bekerja nyata di lapangan, Manggala Agni bersama tim terpadu lainnya terus siaga 24 jam di titik terdepan," jelas Raffles.

Hingga 5 Maret 2019, telah dilakukan sebanyak 966 kali pemadaman lewat udara (Water Boombing) dengan air yang dijatuhkan sebanyak 3.316.800 liter air. Kegiatan ini dilakukan oleh Helikopter KLHK, BNPB, dan pihak swasta.

Hingga 7 Maret 2019, Karhutla yang terjadi di wilayah Riau juga tidak sampai menimbulkan asap lintas batas ke negara tetangga. Berdasarkan informasi dari satelit NOAA, hanya tinggal 7 hotspot yang berada di Pelalawan, dan Meranti, Bengkalis. Di beberapa wilayah yang masih ada titik api, juga dilaporkan telah turun hujan.

"Pasca kebakaran besar tahun 2015, Indonesia mampu mengatasi Karhutla dengan berbagai langkah koreksi di segala sisi. Silahkan lihat data saja untuk melihat bukti," tegas Raffles.