3 Hari Sudah Warga Koto Aman dan Suku Sakai Bertahan di Bawah Flyover

Aman-dan-Sakai.jpg
(Sigit)

Laporan: Sigit Eka Yunanda

 

Ratusan warga Koto Aman dan Suku Sakai masih bertahan di Pekanbaru. Sudah tiga hari mereka mendiami kolong Flyover, bahkan sejumlah anak-anak mulai terserang sakit akibat paparan asap kendaraan. Warga akan tetap bertahan sebelum tuntutannya didengar pemerintah. Sempat menemui Mendagri Tjahjo Kumolo dan Gubernur Saymsuar, tapi keduanya justru menghindari massa dan kabur lewat belakang

 

RIAUONLINE, PEKANBARU - Ratusan Masyarakat Adat masih penuhi bawah flyover Sudirman hingga hari ini (8/3/2019). Tercatat ini adalah hari ketiga mereka berdiam disini menunggu hasil pertemuan antara pimpinan aksi dan pemerintah daerah.

Ratusan warga dari masyarakat adat koto aman dan masyarakat sakai memprotes kebijakan Hak Guna Lahan yang digunakan oleh PT SBAL di desa Koto Aman, Tapung Hilir dan PT Sinar Mas di desa Libo Jaya kecamatan Kandis.


Ratusan massa aksi tidak hanya orang dewasa namun juga anak-anak dan lansia mendiami kawasan bawah flyover Sudirman sejak 3 hari lalu. Kondisi warga terlihat sangat memprihatikan.

Hanya beralasakan tikar dan menggunakan tas dan tumpukan pakaian sebagai bantal. Begitupun sampah terlihat di tumpuk di beberapa titik di sekitaran flyover karena tidak tersedia tempat sampah.

Untuk masalah sanitasi, massa aksi sangat bergantung pada keberadaan masjid di depan fly over tersebut untuk mandi dan buang air.

Kondisi kesehatan massa aksi juga mulai memburuk terutama anak-anak. Terpapar polusi dari debu dan asap knalpot kendaraan membuat anak-anak mulai terbatuk-batuk. Meski begitu sama sekali tidak terdapat fasilitas kesehatan darurat di sekitar lokasi tersebut.

"Sudah tiga hari empat malam kami disini. Tapi tidak ada perhatian dari pemerintah. Bahkan ketika Menteri Cahyo kami datangi, dia dan Gubernur justru kabur lewat pintu belakang" ujar Hadi, salah seorang massa aksi yang juga Mahasiswa Pertanian UNRI.

Masyarakat Koto Aman dan Masyarakat Sakai ini menuntut agar HGU yang digunakan perusahaan-perusahaan tersebut diukur ulang dan tidak menggangu lahan adat.

"Sudah sejak tahun 1991 lahannya bermasalah, tapi tidak ada perubahan. Kami diombang ambing. Jokowi sempat janjikan masalah ini diselesaikan oleh BPN, BPN minta Kanwil Tapung selesaikan, tapi Kanwil Tapung malah sebut hal ini bukan kewenangan Kanwil Tapung" Ujar Hadi.

Meski kondisi massa semakin memburuk namun mereka bertekad bahwa masalah ini harus diselesaikan segera. "Kami tetap bertekad menyelesaikan masalah ini sekarang. Sebelum ada hitam diatas putih kami tidak akan mundur. Masalah ini sudah ada sejak bahkan saya belum lahir hingga sekarang saya kuliah. Harus diselesaikan sekarang juga" tutup Hadi.