Laporan: ANDRIAS
RIAUONLINE, BENGKALIS - Sebagai bagian dari masyarakat Tionghoa, Asiong (40) warga Rimbas, Kecamatan Bengkalis tetap ikut kumpul-kumpul menyambut Tahun Baru Imlek. Mualaf Tionghoa ini pun berbagi kisah kepada RIAUONLINE.CO.ID.
Bagi Asiong, imlek merupakan ajang bersilaturahmi dengan keluarga, termasuk keluarga yang belum memeluk Islam. Ia pun berkisah, keputusannya menganut agama Islam terjadi disaat usianya 17 tahun.
Dan keputusan ini tak membuatkan terkucil. Lantaran, ia tetap menjalin silaturahmi dan tetap kumpul di berbagai acara. Termasuk perayaan tahun baru Chiona (Imlek).
"Prosesi perayaan Imlek yang paling berkesan bagi saya, adalah pas malam imlek. Tradisi dimana saat itu seluruh keluarga berkumpul, makan bersama di rumah orang tua. Dan tepat jam 24.00 WIB malam, bersama-sama sembahyang di kelenteng," kata Asiong, Selasa 5 Februari 2019.
Dengan nada lirih dan mata tampak berkaca kaca, pemilik nama muslim Muhammad Saleh ini kembali mengenang kisahnya. Setelah bersama keluarga melakukan sembahyang, pada malam itu ada tradisi melihat rezeki dan hoki.
"Makannya dimalam itu dikerjakan sembahyang guna melihat sio tahun ini bagus apa tidak. Biasanya, pada malam itu dibacakan mantra buat menolak hal hal yang tidak baik," kenang Muhammad Saleh.
Dan yang menjadikan istimewa, saat berkumpul dirumah orang tua, pada keesokan harinya melakukan maaf maafan (sungkeman).
"Ama Kiong ii, Ama Kiong ii (nenek selamat hari raya) dengan menggunakan baju berwarna merah semua cucu-cucu pada minta ampou ke mamak," ungkap Soleh.
Tradisi ini masih berlaku dan tetap rutin dilakukannya setiap tahun. Ayah empat anak ini pun juga melibatkan anak-anaknya dalam perayaan ini.
Soleh mengakui bahwa kelurga besarnya tidak mempermaslahkan dirinya berbeda keyakinan dari saudara lainya. Bahkan, sang ibulah yang menjadikan penyemangat sehingga dirinya memeluk agama Islam.
"Nak, sekarang kau sudah masuk Islam, maka pandai pandailah membawa agama orang. Jangan sudah masuk Islam lalu masuk Budha lagi. Pandai pandailah kamu membawa agama dan benahilah keluargamu," kata Saleh mengenang pesan sang ibu.
Pun demikian, pria kelahiran Kota medan ini prihatin dengan keberadaan Mualaf yang berada di Kota Bengkalis.
Bukan hanya dirinya, banyak juga mualaf yang seperti dirinya seperti tidak mendapat perhatian dari umat Islam. Parahnya lagi, peran pemerintah yang sekan tutup mata tidak memperhatikan kaum Mualaf di negeri junjungan ini.
"Kita mualaf, kita juga perlu bimbingan. Contohnya saya, dulunya saya dimasukan ke Mesjid di Jalan Mangga oleh pegawai kantor Depag Bengkalis. Tapi setelah masuk, saya tidak mendapat bimbingan disana. Maaf cakap dari cara membaca ayat Al-Quran, mengaji dan cara-cara sholat tidak pernah dibimbing. Bahkan disana saya disuruh pandai pandailah cari guru sendiri. Padahal saya sangat merasakan sekali, saat mualaf itu cobaanya sangat besar, secara ekonomi saat itu sangat ambruradul," beber Saleh.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id