Peserta BPJS Kesehatan Belum Dikenakan Urun Bayar Rp 10 Ribu

Pelayanan-BPJS-Kesehatan.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/AZHAR SAPUTRA)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Kasak-kusuk peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hendak berobat di Fasilitas Kesehatan (Faskes) baik Tingkat I seperti klinik, Puskesmas, dan Balai Pengobatan, serta rumah sakit Tipe C dan B, harus membayar Rp 10 ribu, ternyata belum bisa diberlakukan saat ini. 

Dalam aturan baru dikeluarkan BPJS Kesehatan seperti diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Menkes) Nomor 51 Tahun 2018  mengenai urun biaya sebagai biaya tambahan setiap melakukan kunjungan.

Rincian aturan urun biaya ini nantinya diterapkan bagi peserta BPJS Kesehatan, antara lain, setiap kali peserta melakukan kunjungan untuk rawat jalan, akan ada biaya besarannyannya sudah disesuaikan dengan ketentuan, Rp 20 ribu setiap kunjungan rawat jalan pada rumah sakit Kelas A dan B. Selain itu, Rp 10 ribu bagi rumah sakit kelas C, kelas D dan klinik utama.

Baca Juga: 

30 Persen Rumah Sakit Di Riau Belum Miliki Layanan BPJS Kesehatan

Di Riau, BPJS Kesehatan Dibanjiri Keluhan Terkait Fasilitas ICU

Seorang peserta BPJS Kesehatan, Doni Saputra, karyawan hotel di Pekanbaru, mengatakan, ia belum pernah mendengar rekan sekerjaanya maupun saudaranya dipungut biaya atau urun biaya Rp 10 ribu saat berobat di Faskes. 

Sepengatahuannya, kata Doni, urun bayar Rp 10 ribu setiap kali kunjungan rawat jalan di Faskes Tingkat I maupun rumah sakit Tipe C, serta Rp 20 ribu di klinik utama atau rumah sakit Tipe A dan B.

Pelayanan BPJS Kesehatan

 

"Saya belum pernah gunakan BPJS, Bang. Kalau saudara pernah. Seminggu lalu ia bilang gratis (tak bayar urun bayar). Tapi entah sekarang," kata Doni, Jumat, 1 Februari 2019. 

Hal serupa juga disampaikan Rendy Juni Eka Putra, pekerja swasta di Kota Dumai. Klinik Pratama rujukan kantornya sama sekali tidak memungut biaya sepeserpun saat ia harus menjalani rawat jalan. "Kalau berobat kemarin gratis. Itu kantor yang nanggung," kataya melalui sambungan telepon.

 

Sementara itu, Fitriyani, staf non PNS di Kepenghuluan atau Kantor Desa Teluk Nilap, Kecamatan Kubu Babussalam, Rokan Hilir, mengatakan hal serupa. Di kecamatannya, memang tidak ada klinik, melainkan Puskesmas Rantau Panjang Kiri.


"Saya memastikan warga bermukim di sana tidak pernah dipungut biaya saat menggunakan kartu sakti dari BPJS (Kesehatan) dalam hal urun biaya dan selisih biaya dalam program jaminan kesehatan," tuturnya. 

Tak ada dipungut biaya atau urun bayar di Faskes Tingkat I mitra BPJS Kesehatan juga diterapkan Klinik Sansani. Sari, karyawan Klinik Sansani mengatakan, untuk peserta BPJS tidak dipungut biaya selama berobat di klinik.

"Tidak bayar kok. Tapi kalau umum, untuk konsultasi ada biaya Rp. 30 ribu," jelasnya.

Belum Berlaku 

Menanggapi pemberitaan mengenai urun biaya BPJS Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Riau, Mimi Yuliani Nazir memastikan, untuk di Riau, belum diterapkan urun hiaya tersebut. Hingga saat ini, Dinkes Riau masih menunggu arahan dari Kementerian Kesehatan Pusat.

Ia berharap kepada seluruh rumah sakit bertipe A, B, C dan D serta klinik Utama, tetap mematuhi arahan. Dengan kata lain, jangan gegabah lakukan tindak sendiri-sendiri.

"Untuk Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 tahun 2018 di Riau, kita masih menunggu arahan dari pusat," jelasnya.

 

Faskes Memungut, Laporkan 

Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat dan Jambi, Siswandi mengatakan, urun biaya belum berlaku bagi peserta JKN BPJS Kesehatan.

Alasannya, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya Dalam program Jaminan Kesehatan, baru mengatur tentang prosedur dan besaran urun biaya.

Klik Juga: 

Terbaru, BPJS Kesehatan Tak Gratis 100 Persen Lagi

Negara Jamin Pajak Rokok Daerah Untuk BPJS Kesehatan Tak Ganggu PAD

“Jadi belum bisa berlaku, masih menunggu kajian tersebut. Jika ada Faskes yang nakal, memungut urun biaya bagi pasien rawat jalan, laporkan ke kita. Kita tindak,” janji Siswandi.

Jenis pelayanan kesehatan dikenakan urun biaya harus ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Untuk itu, tuturnya, perlu kajian dari berbagai aspek, oleh Tim.

Tim ini, tuturnya, terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Perasatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI), Akademisi dan Kementerian Kesehatan. Sementara Jenis pelayanan kesehatan dapat dikenakan urun biaya harus diusulkan terlebih dahulu oleh Asosiasi Perumahsakitan, BPJS Kesehatan, atau Organisasi Profesi. 

Ia mengatakan, hingga kini Tim Pengkaji belum melakukan kajian akan hal tersebut.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 tahun 2018 merupakan amanat Pasal 8 ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, berdasarkan Pasal 104 Peraturan Presiden tersebut harus sudah ditetapkan 3 bulan sejak Peraturan Presiden 82 tahun 2018 tersebut diundangkan.

Secara umum Peraturan Menteri tersebut, mengatur dua hal, yaitu urun biaya dan selisih biaya. Urun biaya dan selisih biaya tidak berlaku bagi Peserta Bantuan iuran (PBI), Peserta didaftarkan Pemerintah daerah dan Pekerja Penerima Upah (PPU) terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Pengenaan urun biaya dan selisih biaya tersebut telah diatur dalam Undang-Undang 40 tahun 2004 tentang SJSN, yaitu Pasal 22 ayat (2) dan Pasal 23 ayat (4), ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Presiden. 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id