RIAU ONLINE, PEKANBARU - Lawatan Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, di Riau, selama dua hari, Selasa-Rabu, 15-16 Januari 2019, sebagai kunjungan nostalgia masa kecil.
Luhut bahkan sanggup mengulang masa-masa indah saat pernah mengecam pendidikan selama 12 tahun di Pekanbaru. "Saya balek kampung," kata di Gelanggang Remaja, Rabu, 16 Januari 2019.
Laki-laki kelahiran Simargala, Huta Namora, Silaen, Toba Samosir, 28 September 1947, menjelaskan, keluarganya merantau ke Pekanbaru karena kehidupan merekja di Toba Samosir, Sumatera Utara, sangat miskin dan sulit.
Baca Juga:
Sate Padang Dan Es Tebak, Dua Hal Disukai Luhut Panjaitan-Nurmala Kartini
Luhut Jamin Dan Pastikan Syamsuar-Edi Natar Dilantik 19 Februari 2019
Luhut menceritakan, kala itu, keluarga mereka hanya cukup makan dari penghasilan orangtuanya sehar-hari bekerja sebagai sopir bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP).
Sedangkan ibunya, perempuan tangguh di mata Luhut, tidak pernah menamatkan dunia pendidikan dasar. Meskipun memiliki hidup serba kekurangan, Luhut mengaku, ia dan adik-adiknya didik kedua orangtua untuk jujur, belajar dan senantiasa selalu bekerja keras.
"Bapak saya dulu sopir bus Sibualbuali. Itu dulu sebelum saya datang kemari (Pekanbaru). Ibu Saya, wanita yang gak tamat SD," kenangnya.
Ketika putra pertama dari lima bersaudara pasangan Bonar Pandjaitan dan Siti Frida ini berusia tiga tahun, kedua orangtuanya memutuskan untuk merantau mencari nafkah di Pekanbaru.
Bapak Luhut kemudian memilih tinggal di Kecamatan Rumbai km 45. Mereka di sekolahkan di SD Yayasan Cendana, sekolah milik perusahaan minyak, Caltex (sebelum berubah menjadi Chevron).
"Berjalannya waktu, kehidupan kami sedikit lebih beruntung di perantauan. Orangtua saya (Bapak) saat merantau bekerja di perusahaan migas berpusat di Amerika Serikat bernama Caltex," cerita lulusan Akabri 1970 itu.
Klik Juga:
Sejarah Pilu Yang Terlupakan Di Riau
Kini Penjara Untuk Tahanan PKI Itu Berdiri Plaza Citra
Tak hanya SD, Luhut kemudian menamatkan bangku SMP juga di Yayasan Cendana dan melanjutkan sekolahnya di SMAN 1 Pekanbaru. Sehingga masa-masa remajanya dilalui dengan cukup indah.
"Saya ingat betul pernah naik sepeda. Dari Rumbai naik mobil (bus Caltex) hingga Bom Baru. Kemudian nyeberang naik fery. Sedangkan sepeda kami sudah ada disitu (dermaga). Dari Bom Baru langsung ke SMA 1," jelasnya.
Jiwa prajurit Luhut saat duduk di bangku SMA sudah mulai terlihat. Ia bahkan mewakili Riau pada Pekan Olah Raga (PON) V tahun 1962 di Jawa Barat, Bandung, turun di cabang renang.
"Zaman dulu, mana ada kolam renang seperti sekarang. Saya latihannya di Sungai Siak. Jadi awalnya dari minum air Sungai Siak itu," katanya.
Namun sayang, Luhut malah salah bergaul. Orang-orang saat itu malah menganggap dirinya sebagai anak nakal. Termasuk orangtuanya. Ia kemudian terpaksa melanjutkan pendidikan menengahnya di SMA Penaburan, Bandung.
"Kenapa, karena saat itu saya nakal. Saya suka betumbuk (kelahi). Jadinya saya dipindahkan sekolah," tuturnya.
Namun, kepindahaannya dari Pekanbaru malah justru megubah nasibnya. Selama bersekolah di Pulau Jawa, Luhut muda malah terlibat dalam Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI) menentang Orde Lama dan PKI.
Dilanjutkan tahun 1967, Luhut memilih menjadi prajurit dengan masuk Akademi Milter (Akmil) Angkatan Darat dengan lulusan Terbaik (Adhi Makayasa) tahun 1970.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id