RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pengadangan yang dialami aktivis Islam, Neno Warisman di gerbang pintu keluar Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II, Pekanbaru, Sabtu siang, 25 Agustus 2018, berujung pada pembatalan digelarnya deklarasi yang rencananya digelar hari ini, Minggu, 26 Agustus 2018, di Masjid Agung An-Nur. Pengadangan itu dilakukan aparat kepolisian dan puluhan massa diduga bayaran.
Tak hanya pengadangan, Neno tak diperbolehkan keluar dari bandara dengan alasan Kapolda Riau yang baru menjejakkan kakinya di Bumi Melayu, Brigjen Eko Widodo Prihastopo, tak memberi izin.
Selama sembilan jam lebih Neno di dalam mobil Mercy putih yang membawanya dari Bandara ke penginapan. Selain itu, Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Kabinda) Riau, Marsekal Pertama (Marsma) TNI Rachman Haryadi memaksa Neno untuk kembali ke Jakarta.
Setibanya di Jakarta, Neno mengungkap kronologi pengadangan dan penyanderaan yang dialaminya selama di Bumi Melayu ini. Pengakuan Neno tersebut beredar di media sosial.
Baca Juga: Nasib Neno Warisman, Diadang Izin Kapolda Riau, Dipulangkan Kepala BIN Riau
"Saya masih terus memikirkan persekusi ini," ungkap Neno melalui media sosial
Neno mengaku tak habis pikir dengan aparat kepolisian yang tak mampu mengatasi massa berjumlah tidak lebih dari 40 orang itu. Padahal saat itu jumlah aparat mencapai ratusan dan berasal dari beberapa satuan berbeda.
"Remaja-remaja yang berteriak, naik pagar gerbang dan berjoget joget, bakar-bakar, lempar mineral ke kaca depan mobil Mercy milik dr diana Tabrani yang menjemput saya," bebernya.
Anehnya, kata Neno, kendati massa aksi yang di depan gerbang bandara itu sudah bubar, dirinya tetap dikurung bahkan dengan garis polisi dengan penjagaan tanpa diberi makanan. "Dijaga, tapi nggak boleh diberi makanan," sesalnya.
Aktivis yang kerap disapa Bunda Neno itu bercerita, hingga pukul 21.00 WIB, saat pesawat akhir pulang, ternyata juga ditahan. "Karena perintahnya adalah saya harus diterbangkan pulang ke Jakarta. Artinya yang seharusnya rahasia nama penumpang dan seterusnya, tidak berjalan," kata dia.
Bertahan di dalam mobil selama nyaris 7 jam, hingga pukul 21.00 WIB begitu banyak yang dialami Bunda Neno. Mulai dari tekanan, ancaman tersamar, pemaksaan, dan permohonan serta pendekatan yang manusia terselip dari sedikit aparat yang memaksanya untuk kembali ke bandara. Namun, Neno memilih bertahan di dalam mobil yang rusak akibat hujan batu.
Klik Juga: Neno Warisman Tertahan Di Bandara, Fahri Hamzah: Jangan Sok Kuasalah!
"Ditemani oleh sang pemilik mobil yang rusak pastinya oleh hujan batu yang dilemparkan oleh siapa entah (darimana batu cukup besar besar itu di bandara?) dr Diana Tabrani dan Pak Luqman, saya tetap memilih bertahan," tulisnya.
Menurut Neno, dua orang dari tim kerja sempat diseret ke Polres dan seorang lagi dikejar oleh sepuluh orang. "Dikeroyok dan saya hanya dengar seruan Allahu Akbar nya berulang ulang sampai punggungnya menempel di kaca mobil. Lalu dibawa," lanjutnya.
Setelah pukul 21.00 WIB, dimana seharusnya pesawat terakhir diberangkatkan, ungkap Neno, Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Kabinda) Riau, Marsekal Pertama (Marsma) TNI Rachman Haryadi. Kabinda, lanjutnya, menggebrak mobil seraya berteriak dan menarik paksa satu per satu semua dari mobil, kecuali dirinya.
"Kecuali saya yang tetap bertahan dan minta pada para polwan berpakaian bebas untuk tidak memperlakukan saya dengan buruk," sambungnya.
Polwan kemudian, kata Neno, memaksanya keluar namun tidak kasar. Bahkan, beberapa diantara mereka membawa roti dan ingin Neno menerimanya. Namun, Neno menolak karena yang ia inginkan saat itu adalah kebenaran, keadilan, dan hukum yang tidak digunakan semena-mena.
"Saya tidak suka kekerasan itu saya tegas katakan dan tidak perlu paksa saya beberapa kali pada mereka," jelasnya.
Lihat Juga: Curhat Neno Warisman yang Dipaksa Pulang: Semoga Allah Melaknatnya
Saat itulah Neno dikelabui. Ia mengaku dibawa oleh mobil yang janjinya akan mengantarnya ke hotel. Namun ternyata, bukan hotel tujuan mobil itu, tapi pesawat. Dan sekali lagi, saat itu, kata Neno, Kabinda melakukan kekerasan pada para lelaki.
"Bahkan seorang preseidium diseret-seret paksa oleh 5 orang melalui naik tangga sampai ke garbarata," kata Neno.
"Di atas garbarata para yang memaksa dengan kasar sampai terseret-seret itu minta maaf pada doktor Balda karena kata mereka kami hanya jalankan tugas. Doktor Balda memaafkan," sambungnya.
Sementara Neno yang diliputi kekhawatiran masih berusaha menghubungi teman-teman seperjalanannya untuk mengetahui keberadaan mereka, sekali lagi, kata Neno, Kabinda bersikap kasar pada laki-laki di mobil. "Saya minta dengan tegas agar Pak Kabinda untuk berlaku sopan," tulisnya.
Di tengah kekacauan itu, Neno menunaikan salat dua rakaat di dalam mobil. Kemudian, meminta semua yang ada berkumpul membuat lingkaran, lantas dirinya memimpin doa.
"Kulillahumm Malikal Mulki tu’til mulka mantasyaa. Wa tanziul mulka mimantasyaa. Wa tuizzu man tasyaa wa tudzillu man tasyaa biyadikal khoir Innak ala kulli syaiin qodiir," Neno mengulangi doanya.
Sementara, Kabinda menggebrak-gebrak mobil, berteriak, menarik dan berkata tidak sabar menghela, seakan Neno penjahat. "Semoga Allah menyelamatkan beliiau yang telah sangat buruk memperlakukan kami," ungkapnya.
Akhirnya, pukul 24.00 WIB Neno tiba di Jakarta. Setibanya, dua sahabat relawan menjemput Neno dan membawakan lontong isi. "Saya senang bisa makan dan minum setelah 7 jam di dalam mobil tanpa sesuatu pun," tulisnya.
Di perjalanan pulang, Neno masih saja mengingat rangkaian peristiwa yang dialaminya dan terus terngiang kata-kata dr Diana Tabrani yang menemaninya.
“Kami mbak Neno, Orang Melayu, dan orang Melayu itu amat sangat memuliakan tamu. Mbak Neno tamu saya, tamu kami semua, saya malu di tanah Melayu terjadi hal seperti ini,” kenang Neno menirukan ucapan Diana.
Terkait kerusakan pada Mercy putih yang menjemputnya di Bandara SSK II Pekanbaru, Neno mengatakan, Diana dan suaminya Luqman, sepakat bahwa itu bukan kerusakan yang besar.
Sementara, Neno yang telah tiba di Jakarta, mendapat informasi bahwa teman-teman seperjalanannya masih tersandera.
"Setelah saya akhirnya naik pesawat, termasuk di dalamnya mas Sang Alang sang pencipta lagu gantipresiden, mengalami penyerangan dan pengejaran oleh preman-preman Flores dan Nias dan sampai saat saya tulis dini hari ini, saya masih mengkhawatirkan mereka. Semoga Mereka selamat," tutupnya.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id