RIAU ONLINE - Beberapa tempat di Jawa Timur mendapat serangan oleh sekelompok teroris yang mengatasnamakan JAD (Jamaah Ansharut Daulah) dan JAT (Jamaah Ansharut Tauhid). JAD adalah kelompok teroris berbasis di Indonesia yang dibentuk pada 2015 dan merupakan kelompok ektremis Indonesia pengikut ISIS.
Namun, tidak semua anggota teroris ingin menjadi anggota teroris. Ada mantan teroris yang memilih insaf dan berikrar untuk mencintai NKRI. Mereka juga bercerita terkait kehidupan mereka ketika menjadi seorang teroris.
1. Ali Fauzi Manzi
Ali pernah menjadi kepala instruktur perakitan bom Jamaah Islamiyah (JI) Wakalah untuk wilayah Jawa Timur. Dia juga adik kandung Ali Imron bomber Bali.
Kini, dilansir dari Merdeka.com, Rabu, 16 Mei 2018, Ali mendirikan sebuah yayasan di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan. Yayasan bernama Lingkar Perdamaian ini akan mendidik anak-anak, janda, serta para istri yang suaminya masih di penjara karena kasus terorisme.
"Ilmu (teror) yang saya banggakan, ternyata membuat orang susah," kata Ali saat melihat kondisi bom JW Marriot di Irlandia.
2. Umar Patek
Umar Patek, mantan bomber Bali 1 mengaku berhenti menjadi terorisme karena itu adalah tindakan pengecut. Pasalnya, pelaku bom melarikan diri dan meninggalkan bom begitu saja. Mereka tak mau menanggung risiko setelah meletakkan bom yang membayahakan orang tak bersalah.
"Mereka pengecut karena lari dan tak berani bertanggung jawab atas perbuatannya," ucap Umar.
Umar, saat ini terlihat menjadi petugas membawa bendera pusaka di Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 2015 di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
Bahkan sebelumnya, bersama empat napi terorisme Poso dan Ambon, Umar menyatakan kesetiaannya kepada NKRI.
Proses penyadaran para napi terorisme ini adalah hasil dari sinergi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Kemenkumham, dalam hal ini Lapas Porong.
3. Ustaz Abdurrahman Ayyub
Ustaz Abdurrahman Ayyub terlebih dahulu mengikrarkan kesetiaannya pada Indonesia, sebelum Umar Patek. Ustaz Abdurrahman Ayyub adalah alumni Majelis Terorisme Afganistan dan pernah menjabat sebagai Penasihat Gubernur IV Jemaah Islamiyah (JI) dari Australia.
Kemudian ia keluar dari JI, dan bergabung dengan Lembaga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT) sebagai pakar. Rekan-rekannya dari jaringan Jamaah Islamiyah masih saja sering melancarkan teror dan kecaman kepadanya dan keluarganya.
4. Nasir Abbas
Nasir Abbas merupakan guru dari Imam Samudra serta guru dari para teroris lainnya di Asia. Ia banyak menciptakan camp latihan bagi para pemuda. Kini membantu BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme).
Sebelumnya menjadi pribadi saat ini, Nasir pernah diajak Abu Bakar Baasyir untuk bergaung dengan JI dan berlatih perang di Afghanistan saat berusia 18 tahun. Dia mengaku mendapat doktrin bahwa Indonesia telah menjajah Negara Islam Indonesia.
"Di Afghanistan sudah sejak lama melakukan pelatihan untuk mereka yang akan melakukan jihad. Ada pelatihan menggunakan senjata, meracik bom, dan pelatihan ala militer," tutur Nasir.
Namun, seiring berjalannya waktu, ia justru menyadari apa yang ia lakukan salah. "Saya bingung bahwa kami disuruh berjihad. Namun, membunuh bangsa sendiri. Kami didoktrin untuk membunuh masyarakat sipil," ujar Nasir.
Akhirnya Nasir memutuskan keluar dari Jamaah Islamiyah dan kembali menjadi orang biasa seperti halnya masyarakat lainnya.