Yuk.. Intip Budidaya Dragon's Blood di Desa Air Buluh Ini

Rotann.jpg
(Azhar Saputra)

RIAU ONLINE, PEKANBARUJernang (Dragon's Blood) merupakan tanaman yang tak lagi dapat dipisahkan oleh Masyarakat Desa Air Buluh, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi.

Khasiat dan kegunaannya, membuat tumbuhan yang masih bersaudara dengan rotan ini semakin dicari karena memiliki nilai cukup tinggi jika dilihat dari nilai ekonomisnya.

Namun sayangnya, akibat eksploitasi besar-besaran membuat tanaman yang buahnya mirip dengan salak mini ini menjadi langka dan semakin terus diburu.

Menurut kepala desa setempat, Ardian bahwa sudah lama jernang ini diperjualbelikan di wilayah mereka. Namun dalam perdagangannya belum melibatkan pemerintah setempat.

"Sejarah jernang sendiri yang saya tangkap bahwa sudah diperjual belikan wa tahun 1960. Sudah dikembangkan tapi belum bersinergi dengan pemerintah. Masih sendiri-sendiri," katanya di Desa Air Buluh, Jumat, 16 Maret 2018.

Sehingga, pemerintah tak pernah memikirkan bagaimana hulu sampai hilir dari pasaran tanaman jernang ini.

Fakta mengejutkan di lapangan bahwa tanaman yang punya nama latin Daemonorops Draco ini memiliki potensi yang amat besar dalam mendukung perekonomian masyarakat Desa tempatan. Karena dunia luar masih banyak membutuhkan khasiat dari tanaman ini untuk berbagai macam penggunaan.

Selain itu, jernang yang tumbuh di wilayah ini menurut kordinator media center, kehumasan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Furqon memiliki kualitas yang tidak kalah dari jernang yang hidup di wilayah lain.

"Buah jernang itu bisa diambil menjadi potensi yang sungguh sangat luar biasa besarnya. Selain itu, jernang kita itu sebenarnya kualitasnya nomor satu di Indonesia. Bahkan yang ada di Kalimantan mereka masih kalah. Tapi kita masih terkendala pengelolaan sehingga masih tetap terkendala kualitas dan mutu," imbuhnya.



Jernang yang diperuntukan terutana oleh negara luar dipergunakan untuk pengobatan, bahan baku kosmetik, pewarna makanan yang harganya cukup menggiurkan. Jika di rupiahkan, mampu memberiman keuntungan sebesar Rp350 ribu untuk setiap 100 gram nya.

Namun sayangnya potensi besar yang menggiurkan itu semakin terkikis oleh penjarahan sampai terjadinya ilegal loging. Padahal, seiring berjalannya waktu negara telah menjadikan hutan mereka untuk dijadikan program pertumbuhan desa yang telah mendapatkan dukungan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Riau demi tercapainya perhutanan sosial di wilayah Desa.

"Karena hutan ini berbatasan langsung dengan wilayah tetangga (Sumatera Barat), keberadaan jernang kini sudah semakin terancam. Selain itu juga marak terjadi ilegal loging," jelasnya.

Tak ingin melihat kondisi semakin terpuruk masyarakat desa berinisiatif membentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) Bukik Ijau pada tahun 2016.

Upaya ini juga disebut-sebut turut serta menyelamatkan hutan dari upaya ilegal loging di kawasan hutan mereka.

Selama seminggu sekali kelompok tani mengutus dua orang bergantian menjaga kawasan hutan dari ilegal loging dan penjarahan jernang. Untuk melintasinya, mereka membelah perkebunan kelapa sawit milik korporasi, sungai, hutan serta mendirikan pos dengan jarak 5 km dari Desa.

Pemerintah daerah juga turut dilibatkan untuk bagaimana meningkatkan ekonomi mereka. Bahkan sudah memikirkan peningkatkan destinasi wisata melalui perhutanan sosialnya.

"Ini yang sedang kita lakukan berkordinasi dengan Dinas Perdagangan dan Perindustrian untuk menaikkan sektor hulu dan hilirnya. Karena harganya kini masih ditentukan oleh pengepul yang saya yakin ini tak sesuai dengan harga pasaran internasional," ucapnya.

Tak cukup hanya itu saja, kelompok tani turut memulai pembudidayaan jernang dan menyebarkan bibit tanaman ke hutan.

Sekretaris Kelompok Tani Sungai Manggis Sejahtera, Andika Saputra menuturkan bahwa pembudidayaan tanaman jernang di wilayahnya ini dibagi menjadi dua macam untuk disebar pada lahan seluas 30 hektare.

"Disini ada dua jenis jernang. Yang pertama ada jernang beruk dan yang unggul namanya jernang jantung. Itu karena jumlah getahnya banyak. Berbeda dengan jernang beruk," tandasnya.

Selain getah, jernang juga dapat dimanfaatkan resinnya. Jika sudah masak nantinya akan memiliki resin disetiap buah-buahnya. Resin itu yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

Selian itu petani juga memanfaatkan biji dari tanaman ini. Tak hanya jernang. Kelompok tani tempatan juga melirik komuditi lain.

Seperti kepecong, tungau, kulun tunjuak, barang, pasak bumi sampai gaharu dimana untuk menunjang kebutuhan mereka sehari-hari serta mengurangi ketergantungan mereka dalam bentuk kayu.(2)