"Nyanyian" Deyu, Uang Korupsi Dispenda Mengalir ke Kadis dan Sejumlah Anggota Dewan

Ilustrasi-Korupsi.jpg
(INTERNET)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Sejumlah fakta terkuak dalam persidangan perkara dugaan korupsi pemotongan anggaran di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Riau tahun 2015-2016 dengan terdakwa Deyu. Ternyata uang korupsi itu mengalir ke sejumlah anggota DPRD Riau dan sejumlah instansi lainnya.

Hal itu terungkap dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) SF Hariyanto yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di persidangan. SF Hariyanto adalah mantan Kepala Dispenda yang merupakan atasan Deyu, Kasubag Keuangan di instansi yang telah berganti nama jadi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) itu.

Sebelum pembacaan BAP, sempat terjadi ketegangan antara JPU dengan Penasehat Hukum (PH) terdakwa Satu. PH awalnya bersikeras menolak dibacakannya isi BAP SF Hariyanto karena banyak fakta yang harus dikonfrontir langsung.

"Sebagai saksi fakta, kami meminta SF Hariyanto harus dihadirkan di persidangan. BAP itu tidak bisa jadi bukti di persidangan," ujar PH Deyu, Denny Azani B Latief SH, dan kawan-kawan di hadapan majelis hakim yang diketuai Sulhanuddin, didampingi hakim anggota Dahlia Pa kaitan dan Hendri.

Mendengarkan pernyataan dari PH terdakwa, JPU Apriliana SH mengatakan bahwa isi BAP SF Hariyanto tersebut telah disumpah. "BAP saksi (SF Hariyanto) telah disumpah yang mulia," terang JPU.

Mendengar hal itu, PH terdakwa langsung menyela.

"Sumpah dimana, di penyidikankan, bukan dipersidangan," balas PH terdakwa.

Melihat JPU dan PH terdakwa bersitegang, hakim ketua lantas memberikan keputusan untuk dibacakan isi BAP SF Hariyanto. "Jika saudara PH keberatan, sampaikan nanti keberatannya dalam nota pembelaan (Pledoi)," ucap hakim ketua.

Dalam BAP yang dibacakan JPU itu, SF Hariyanto, menyatakan tidak mengetahui adanya pemotongan Uang Persediaan (UP), Ganti Uang (GU) dan perjalanan dinas. Dia mengaku tidak pernah memerintahkan terdakwa Deyu selaku Kasubag Keuangan Bapenda maupun terdakwa Deliana (berkas terpisah) untuk melakukan pemotongan.

Selain itu, SF Hariyanto juga membantah semua catatan yang dibeberkan terdakwa Deyu terkait adanya aliran dana untuk instansi lain, Lembaga Swadaya Pemasyarakatan (LSM) maupun wartawan.

Adapun beberapa catatan terdakwa Deyu yang dibantah SF Hariyanto itu terkait uang untuk staf dewan dan anggota Komisi C DPRD Provinsi Riau sebanyak Rp100 juta. Adapun nama-nama anggota dewan yang menerima yakni Supriyati sebanyak Rp50 juta, Hasmi, Indra dan Aidil sebanyak Rp15 juta, dan Ilyas sebanyak Rp13 juta. Selain itu, staf dewan atas nama Dodi juga menerima sebanyak Rp5 juta dan Rp4juta dan untuk bayar pajak mobil Erizal Muluk sebanyak Rp12,9 juta.


Selain itu, ada juga untuk kepolisian sebanyak Rp25 juta dan Rp50 juta untuk mengamankan masalah Tipikor di Rohul. Kemudian, dalam catatan itu ada juga untuk Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp50 juta dan Rp20 juta, serta untuk Inspektorat Jendral Kemendagri sebanyak Rp61.611.950.

Terakhir, dalam catatan terdakwa Deyu, ada uang untuk keperluan kepala dinas sebanyak Rp50 juta, Rp15 juta dan Rp6 juta, serta untuk operasional SF Hariyanto ke Bali sebanyak Rp20 juta, dan Rp30 juta.

Selanjutnya, ada uang yang diserahkan dari PPK Pengadaan Barang dan Jasa dari sisa uang kegiatan sebanyak Rp100 juta dan sisa uang kegiatan fisik Rp50 juta, uang pengembalian pengolahan data Rp40 juta dan SF Hariyanto minta digenapkan Rp300 juta.

Kemudian ada uang untuk pembayaran tiket sebesar Rp36 juta dan Rp25 juta, serta uang pembayaran tiket SF Hariyanto dan pajak mobil Land Kruiser sebanyak Rp22,5 juta dan Rp25 juta.‎

Usai JPU membacakan BAP SF Hariyanto, PH Deyu meminta majelis hakim tidak menjadikan sebagai bukti persidangan. "Kami dari penasehat hukum terdakwa, menolak keterangan tersebut jadi bukti di persiangan," tegas Denni.

Denni menyebutkan, keterangan langsung dari SF Hariyanto sangat dibutuhkan untuk mengungkap fakta sebenarnya yang terjadi di Bapenda Riau. Saat terjadinya pemotongan tahun 2015-2016, SF Hariyanto menjabat sebagai kepala dinas. "Dia merupakan saksi fakta yang sangat kami butuhkan. Saat itu, semua SPT (Surat Perintah Tugas) ditandatanganinya," kata Denny.

Selain itu, dakwaan JPU tentang penyelewengan dinas bukan tentang Surat Perintah Perjalaman Dinas (SPPD) fiktif. Namun saksi yang dihadirkan terkait dengan SPPD fiktif. "Satu-satunya yang bisa dimintai keterangan adalah kepala dinasnya (SF Hariyanto)," tegas Denny, di sela-sela persidangan yang berlangsung hingga Rabu, 28 Februari 2018 malam.

Dijelaskan Denni, sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) tahun 2015 Pasal 3 dan Pergub tahun 2016 Pasal 6, yang punya kewenangan terhadap pengelolaan anggaran adalah kepala dinas. Hal itu tidak ada kaitannya dengan terdakwa Dayu.

Pada kesempatan itu, JPU juga menghadirkan terdakwa Deliana. Persidangan yang berlangsung hingga malam hari itu, Sekretaris Bapenda Riau itu jadi saksi mahkota untun terdakwa Deyu.

Dalam dakwaan JPU, pada Februari 2015, terdakwa Deliana (berkas terpisah) memanggil terdakwa Deyu untuk datang ke ruangannya. Di ruang itu juga hadir Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pembantu di masing-masing bidang.

Di antaranya, Deci selaku Bendahara Pengeluaran Bidang Pajak, Deli selaku Bendahara Pembantu Bidang Pengelolaan Data, Anggraini selaku Bendahara Pembantu Bidang Retribusi, dan Tumino selaku Bendahara Kesekretariatan.

Terdakwa Deliana memberitahukan kalau dana UPT segera cair. Namun dari dana itu akan ada pemotongan sebesar 10 persen dari UP dan Ganti Uang GU di masing-masing bidang.

Pencairan dilakukan pada Maret hingga Desember 2015 melalui juru bayar, Akmal. Untuk melaksanakan instruksi Deliana, terdakwa Deyu meminta Akmal memotong 10 persen kepada bendahara.

Setelah terkumpul, dana itu disimpan ke dalam brankas yang diketahui oleh terdakwa Deliana dengan tulisan uang pemotongan UP dan GU. Uang itu dikeluarkan atas persetujuan terdakwa untuk membayar operasional seperti bahan bakar minyak, tivi kabel, honor, tiket pesawat, makan bersama dan lain-lain.

Pemotongan serupa juga dilakukan pada tahun 2016. Pemotongan ini berdampak pada masing-masing bagian di Bapenda Riau dan perjalanan dinas tidak berjalan sebagaimana mestinya. Akibat tindakan itu, negara dirugikan Rp1,23 miliar. (*/1)

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id