Awas, Milenial Rentan Alami Kebotakan!

Kebotakan.jpg
(SUARA.COM)

RIAU ONLINE - Umumnya kebotakan melanda mereka yang lanjut usia (lansia), tapi penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa orang muda pun rentan mengalami kebotakan bahkan lebih cepat dari yang Anda duga.

Ya, penelitian baru menemukan bahwa orang-orang di Cina berusia 20-an yang populer disebut generasi milenial lebih cepat botak daripada generasi sebelumnya.

Penelitian yang melibatkan 4.000 siswa di Universitas Tsinghua, Beijing ini, menemukan bahwa 60 persen peserta penelitian melaporkan bahwa mereka telah kehilangan banyak rambut.

Sementara 25 persen responden mengatakan bahwa mereka tidak memperhatikan kerontokan rambut sampai mereka diberitahu oleh teman atau keluarga, dan 40 persen menjawab bahwa mereka cukup menyadari garis rambut mereka yang surut.

Tak hanya di Cina, di Amerika pun semakin banyak milenial yang mengatakan bahwa mereka mengalami rambut rontok. Dr. Andrea Hui, ahli dermatologi San Francisco, seperti dikutip Suara, Minggu 25 Februari 2018 mengatakan bahwa banyak pria dan wanita berusia 18 tahun yang meminta bantuannya untuk mengatasi rambut rontok.

Penata rambut New York Angelo David mengatakan kepada New York Post bahwa semakin banyak klien mudanya mengekspresikan kekhawatiran dengan rambut yang menipis dan garis rambut yang surut.

Perubahan hormonal, penyakit autoimun, kelainan tiroid, dan stres adalah salah satu penyebab rambut rontok. Namun, diet juga bisa sangat mempengaruhi kesehatan rambut.


Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Emily L. Guo, seorang dokter penduduk di Baylor College of Medicine di Texas, mengindikasikan bahwa konsumsi protein yang sangat kurang, serta kekurangan seng, vitamin D, dan nutrisi lainnya dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan rambut.

Stres juga ikut berperan dalam siklus hidup pertumbuhan rambut Anda. Biasanya, rambut Anda tumbuh, lalu berhenti tumbuh, dan akhirnya rontok. Proses ini disebut fase anagen, catagen, telogen, dan exogen. Anagen (fase pertumbuhan) berlangsung dari dua sampai enam tahun.

Setelah fase pertumbuhan, rambut memasuki fase catagen singkat (beberapa hari) saat folikel menyusut sedikit. Lalu diikuti fase telogen saat rambut tetap stabil. Akhirnya, rambut memasuki fase eksogen yaitu kerontokan.

Ini adalah proses yang terus menerus dan normal bagi seseorang, karena itu tidak masalah bila rambut Anda rontok antara 50 dan 100 helai setiap hari. Doris Day, MD, Day Dermatology & Estetika dan penulis "Beyond Beautiful" percaya bahwa stres adalah faktor penting yang menyebabkan kerontokan rambut.

"Stres bisa mengganggu proses pertumbuhan rambut karena telah membuat rambut rontok sebelum waktunya," kata dia.

Menurut sebuah laporan dari American Psychological Association (APA), penelitian menunjukkan adanya hubungan antara usia dan stres. Milenial mengatakan bahwa mereka merasa terisolasi atau kesepian karena stres. Mereka mempertahankan rata-rata lima "teman dekat" untuk mereka dapat bersantai, mendiskusikan masalah pribadi, atau meminta pertolongan.

Periset APA menemukan bahwa anggota generasi X dan milenium melaporkan tingkat stres yang lebih tinggi daripada generasi yang lebih tua. Mereka juga tampaknya memiliki lebih banyak kesulitan untuk mengatasi masalah tersebut. Selain stres, perawatan rambut milenial juga berkontribusi terhadap rambut rontok.

"Bleaching dan pewarnaan rambut yang berlebihan bisa merusak rambut dengan serius," katanya.

Tak hanya itu, ekstension rambut juga bisa melemahkan folikel rambut, sehingga menyebabkan lebih banyak rambut rontok. Beranjak dari kondisi itulah milenial harus lebih peduli pada rambutnya.

Biasanya orang mengalami kerontokan rambut pada usia 20 dan 30an, tapi pengaruh media dan sosial media, membuat milenial memiliki hasrat besar untuk memiliki rambut yang lebih tebal dan menarik, seperti idola mereka. Itu mungkin sebabnya mereka melakukan banyak hal pada rambut mereka, termasuk yang membahayakan kesehatan rambut.

"Siapa pun yang peduli dengan rambut atau botak yang menipis sebaiknya menemui ahli dermatologi untuk mengetahui apa yang bisa dilakukan. Ada intervensi medis, nutrisi, dan intervensi lainnya yang bisa membantu," terang Day.(2)