Masyarakat Adat Bersama Walhi Ajukan Uji Materi Perda Riau yang Bertentangan dengan UU ke MA

Walhi-Riau.jpg
(Azhar Saputra)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bersama masyarakat adat Kabupaten Kampar dan Kabupaten Indragiri Hulu, Himyul Wahyudi, Supriadi dan Darwin, yang diwakili oleh kuasa hukumnya, Himyul Wahyudi, Supriadi dan Darwin mengajukan permohonan uji materil ke Mahkamah Agung (MA) terkait Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya sebab bertentangan dengan berbagai undang-undang yang lebih tinggi.

Aditia mengatakan peraturan daerah merupakan produk hukum yang dalam pembentukan harus patuh terhadap asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

“Setelah kita melakukan kajian panjang terhadap perda ini, terlihat bahwa terdapat pengabaian asas pembentukan peraturan perundang-undangan khususnya asas kejelasan” ujar Adit.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru ini memaparkan ketidakjelasan tersebut turut mengakibatkan pertentangan dengan undang-undang lainnya.

“Frasa bahan tambang berat yang terdapat dalam perda ini sesungguhnya tidak dikenal dalam undang-undang manapun dan tidak terdapat penjelasannya dalam perda itu sendiri,” imbuhnya.

Himyul Wahyudi, masyarakat adat Kenegerian Batu Sanggan Kabupaten Kampar mengungkapkan bahwa implementasi perda ini akan berdampak buruk dan meniadakan penghargaan kepada hak masyarakat adat terkait tanah ulayatnya.

“Uji materil ini menjadi penting sebab melalui Perda ini kami selaku masyarakata adat melihat ketidakberpihakan pemerintah provinsi terhadap masyarakat kami dan haknya yang melekat pada kami, masyarakat adat,” ujar pria yang akrab di sapa Yudi ini.


Staff WALHI Riau, Devi Indriani, yang turut mendampingi kuasa hukum masyarakat adat mengajukan permohonan ke Mahkamah Agung juga memaparkan adanya keganjilan dalam perda tersebut

“Ketentuan pidana yang terdapat dalam perda ini, membuka potensi terjadinya kriminalisasi. Terlebih jika melihat rujukan pemidanaan dalam Pasal 16, tidak jelas siapa dan karena apa bisa di pidana,” tambahnya

Sementara, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Riau, Riko Kurniawan menjelaskan bahwa perda ini mengancam sumber daya alam yang dimiliki oleh masyarakat adat.

“Tidak hanya bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, dalam perda ini juga terdapat banyak pertentangan dan ketidakjelasan antar pasalnya. Bahkan jika perda ini dijadikan acuan, maka hak masyarakat adat terkait sumber daya alamnya akan rentan terhadap eksploitasi sumber daya alamnya dengan dalih implementasi frasa kepentingan umum, kepentingan daerah dan kepentingan nasional yang tidak memiliki definisi yang jelas dalam perdanya sendiri” ujar Riko, melalui siaran pers yang diterima RIAUONLINE.CO.ID, Kamis, 22 Februari 2018.

Menurut Riko, sesungguhnya pemanfaatan tanah ulayat memiliki sumbangsih yang besar terhadap keberlangsungan hidup masyarakat adat itu sendiri.

“Selain itu, apa yang dilakukan oleh banyak masyarakat adat sejak dulu dan hingga sekarang memiliki nilai kearifan lokal dan nilai keseimbangan ekologis tersendiri serta pemanfaatan hak masyarakat adat tidak seperti eksploitasi skala besar yang dilakukan oleh banyak korporasi di Riau, dan parahnya, itu di legalkan!” tutupnya.

Ia juga berharap uji materil yang telah diajukan ini dapat menjadi preseden yang baik bagi pemerintah dalam hal mengeluarkan regulasi yang berpihak dan melindungi masyarakat serta masyarakat adat.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id