Hakim Kabulkan Gugatan PT Hutahaean ke Polda dan Kejati Riau

Gugatan-Hutahean-dikabulkan.jpg

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Perlawanan PT Hutahaean atas penyidikan perkara dugaan perambahan lahan di luar Hak Guna Usaha (HGU) lahan seluas 835 hektare di Dalu-dalu, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), membuahkan hasil.

Pengadilan mengabulkan permohonan itu dengan menyatakan penetapan tersangka dan kelengkapan berkas (P21) tidak sah dan tidak punya kekuatan hukum mendasar.

Dikabulkannya gugatan PT Hutahaean terhadap Kepolisian Daerah (Polda) Riau selaku termohon I dan Kejaksaan Tinggi Riau sebagai termohon II dinyatakan dalam persidangan yang digelar, Senin sore, 19 Februari 2018, di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.

Baca juga:

Terkait Dugaan Perambahan Lahan, PT Hutahaean Gugat Polda Dan Kejati Riau

Serobot Hutan Negara, Polda Riau Periksa Hutahean, Pemilik Kebun Sawit Ribuan Hektare

Hakim tunggal, Martin Ginting, mengabulkan sebagian permohonan dari Harangan Wilmar Hutahaean selaku Direktut Utama PT Hutahaean.

"Menyatakan, penyidikan termohon 1 tidak sah dan tidak berkekuatan hukum mengikat. Dengan begitu, tindakan termohon II yang menyatakan berkas terhadap PT Hutahaean lengkap juga tidak sah dan tidak berkekuatan hukum mengikat," kata Martin dalam amar putusannya.

Martin dalam putusannya menyebutkan tindakan termohon I yang menetapkan PT Hutahaean sebagai tersangka dan termohon II yang menyatakan berkas lengkap adalah tindakan yang tidak berdasarkan hukum. Untuk itu, hakim meminta perkara ini tidak dilanjutkan ke penuntutan.

"Memulihkan nama, harkat dan martabat pemohon," tegas Martin.

Pertimbangan atas putusan itu adalah ada upaya dari PT Hutahaean melakukan permohonan izin ke Kementeri Kehutanan tentang pelepasan lahan seluas 823,75 hektare di Afdeling 8, Desa Dalu-dalu, Kabupaten Rohul.



Permohonan itu belum dijawab oleh Kementerian Kehutanan. Sesuai aturan, permohonan yang diajukan selama 60 hari tidak ada jawaban maka secara hukum permohonan dikabulkan. "Pemohon sebenarnya juga punya izin usaha perkebunan," kata Martin.

Selain itu, pihak termohon I belum pernah melakukan pengecekan ke lahan. "Termohon 1 secara prematur menetapkan pemohon sebagai tersangka," tegasnya.

PT Hutahaean selaku pemohon menggugat Polda Riau selaku termohon I atas penetapan tersangka. Sementara Kejaksaan Tinggi Riau selaku termohon II digugat karena sudah menyatakan berkas perkara itu lengkap atau P21 hingga harus dilanjutkan ke penuntutan di pengadilan.

Sidang praperadilan sudah dilakukan sejak, Kamis, 8 Februari 2018 lalu, dengan hakim tunggal Martin Ginting. Kedua belah pihak sudah menunjukkan bukti-bukti dan mendengar keterangan saksi di persidangan.

Berkas perkara PT Hutahaean sudah dinyatakan lengkap Desember 2017 lalu. Sampai saat ini, belum dilakukan tahap II berupa tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut karena Komisaris Utama PT Hutahaean, HW Hutahaean, sakit.

PT Hutahaean jadi tersangka korporasi setelah penyidik Ditreskrimsus Polda Riau menemukan adanya pelanggaran izin pengelolaan lahan. Kegiatan perkebunan tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI serta tanpa izin pemerintahan setempat.

Dalam permohonan praperadilannya, PT Hutahaean melalui kuasa hukumnya meminta pengadilan menyatakan penyidikan yang dilakukan Polda Riau yang menetapkan pemohon sebagai tersangka sesuai laporan polisi Nomor LP/309/VII/2017/Riau/Ditreskrimsus tanggal 24 Juli 2017 dan Berkas perkara Nomor BP/23/X/2017 tanggal 6 Oktober 2017 tidak sah dan tidak berkekuatan hukum mengikat.

Pemohon juga meminta hakim menyatakan pentapan termohon II atas perkara Nomor 23/X/2017 tanggal 6 Oktober 2017 yang menyatakan berkas lengkap atau P21 adalah tidakan yang tidak berdasarkan hukum dan tak punya kekuatan hukum mengikat.

PT Hutahaean juga meminta pemohon II untuk menghentikan penuntutan terhadap pemohon. Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan martabat.

Kasus ini berawal dari laporan 33 perusahaan oleh Koalisi Rakyat Riau (KKR) ke Polda Riau pada 16 Januari 2017 lalu. Perusahaan itu diduga menggarap lahan tanpa izin dan tak sesuai aturan.

Dalam laporannya KRR merincikan, seluas 103.230 hektar kawasan hutan dan 203.997 hektar lahan di luar HGU, diduga digarap oleh 33 perusahaan itu. PT Hutahaean disebutkan mengantongi HGU perkebunan kelapa sawit seluas 4.584 hektar.

Namun, dalam praktiknya, perusahaan itu malah menggarap seluas 5.366 hektar. Kelebihan ratusan hektar itu, diduga tanpa sesuai aturan di Afdeling 8 dengan luas lahan 835 hektare yang terletak di Dalu-*dalu. (*/1)

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id