Akhir Hayat Sang Singa Podium, Mahmud Marzuki

Pahlawan-Nasional-Asal-Riau.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/AZHAR SAPUTRA)

Laporan: HASBULLAH TANJUNG

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Usai proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Tentara Belanda kembali ke Indonesia, termasuk datang lagi ke Bangkinang. Namun kedatangan serdadu ini dihadang oleh pejuang Indonesia. Kemudian, H M Amin, sahabat Mahmud Marzuki diundang oleh pihak Tentara Belanda untuk membuat sebuah kesepakatan.

Kesepakatan pun terjalin, diantaranya berisi adanya jaminan atas keberadaan Tentara Belanda di Bangkinang. Tidak beberapa lama setelah itu, pasukan ini ditarik habis ke Padang dan tinggalah Tentara Jepang saja di Bangkinang.

Lalu, terjadi beberapa bentrokan antara orang Indonesia dengan tentara Jepang. Bentrokan pertama terjadi di Danau Bingkuang. Saat itu Tentara Jepang membentak penjual durian dan kemudian membeli durian tersebut dengan harga sekehendak hatinya. Setelah itu, tentara Jepang melanjutkan perjalanan.

Kabar tersebut diterima pejuang Indonesia yang berada di Bangkinang, mereka tidak terima dengan ulah Jepang tersebut karena Indonesia sudah menjadi bangsa yang merdeka. Alhasil, tentara jepang dicegat dan tujuh orang Jepang tewas saat itu, dan 3 orang Jepang juga tewas di Rantau Berangin.

Salah seorang Jepang berhasil selamat, ia adalah kepala kepolisian Yamamato. Inilah ancaman terbesar bagi pejuang Indonesia. Yamamoto ternyata lari ke Pekanbaru, dan meminta bantuan sehingga Jepang mengirim 1.600 tentaranya ke Bangkinang.


Saat penyerangan oleh seribuan tentara Jepang tersebut, Komite Nasional Indonesia dibawah pimpinan Mahmud Marzuki sedang menggelar rapat. Tempat rapat itu dikepung Jepang dan 13 pejuang ditangkap. Termasuk Mahmud Marzuki beserta sahabatnya, M Amin juga ditangkap.

Kemudian, 13 pejuang tersebut dibawa ke penjara di Pekanbaru. Berbagai siksaan diterima, ada yang kaki digantung ke atas dan kepala di bawah, ada juga yang punggung dipukuli dengan kayu berduri, dan mulut dituangi busa sabun. Siksaan tersebut diterima selama beberapa hari.

Sedangkan Mahmud Marzuki mengalami penderitaan tersebut selama 21 hari, sedangkan M Amin selama 51 hari. M Amin ditahan lebih lama, pasalnya M Amin merupakan tokoh penggerak pemda untuk menggerebek kediaman Jepang yang berada di Kampar.

Siksaan perih yang diterima Mahmud Marzuki selama masa penahanan menyebabkan beliau mengalami sakit-sakitan. Pun begitu, kegiatan dakwah terus dilakukan karena dakwah merupakan panggilang hidupnya. Hingga pada 5 Agustus 1946 ia bertemu dengan ajalnya.

Beliau dimakamkan di halaman depan pekarangan sekolah Mu'alimin Muhammadiyah Desa Kumantan Bangkinang. Beliau mati di usia yang cukup muda yaitu 35 tahun.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id