Ini Strategi Dalang Collection Bertahan Hidup dari "Sampah Plastik"

Dalang-Collection.jpg
(Antarariau)

Laporan: AZHAR SAPUTRA

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pemilik Bank sampah Dalang Collection, Soffia Seffen membeberkan bagaimana bisa tetap eksistensi hidup dari pekerjaan mendaur ulang sampah. Mereka menyulap sampah-sampah plastik menjadi barang yang bermanfaat.

Karya-karya yang dihasilkan itu seperti tas, keranjang, dompet, sepatu, sandal, note book, kotak pensil, baju hingga karpet yang semuanya bersumber dari limbah sampah plastik.

Baca juga:

Kantong Plastik Berbayar Tak Bebani Pengeluaran Warga

Jangan Bakar Sampah Plastik, Bahaya

Bahkan hasil buah tangan yang mereka hasilkan dari sampah-sampah itu turut meramaikan pasar ekspor tanah air karena kekhasannya dan keunikannya.

"Bank sampah itu merupakan suatu strategi menjadikan wadah untuk mengajak masyarakat agar dapat mengolah, menabung bahkan berkarya. Selama ini sampah dibuang atau diberikan ke pemulung," katanya di Bank sampah, Sabtu, 23 September 2017.


Dalang merupakan singkatan dari kata daur-ulang. Kelompok pengrajin ini berdiri sejak tahun 2007 hingga saat ini. Bermukim di Jalan Gajah Kulim, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru yang telah menghasilkan ribuan karya dari berbagai macam limbah plastik.

Agar tetap bisa bertahan ditengah pasang surutnya ekonomi nasional, mereka menjaga ketersediaan sumber sampah hingga kualitas outpun dari daur ulang sampah.

"Pertama kita perdayakan masyarakat. Mereka (masyarakat) bisa menabung sampah disini. Nanti kita berikan buku tabungan untuk memantau berapa banyak sampah yang telah mereka setorkan. Dan itu bisa dicairkan kapanpun,"imbuhnya.

Selain memanfaatkan kehadiran masyarakat sebagai sumber kerajinan, mereka juga turut menjalin kerjasama dengan sekolah-sekolah yang ada di Pekanbaru untuk semakin memastikan ketersediaan pasokan bahan baku.

"Kalau untuk sekolahan sekitar 100 sekolah sudah menjadi mitra bank sampah kita. Mereka (murid) wajib membawa sampah satu minggu sekali. Nanti kami yang akan menjemputnya ke sekolah,"tambahnya.

Setelah memastikan dan mendapatkan sumber bahan baku. Kemudian sampah-sampah itu mulai mereka olah tanpa mengurangi kualitas karya yang mereka hasilkan.

"Pengrajin yang ada disini punya tugas masing-masing. Ada yang mencuci sampah pelastik, ada yang kerjanydan jika sudah mahir ada juga yang tugasnya sebagai penjahit,"imbuhnya.

"Untuk harga saya rasa berfariasi. Dilihat dari tingkat kesulitan dan kerapian. Misalnya tas ini (sambil memegang tas daur ulang). Kemudian karya yang berbentuk anyaman juga akan lebih mahal karena sulit,"tandasnya.

Ibu-ibu ini membandrol harga dari yang terendah seperti kotak pensil dan note book dengan harga Rp 5 ribu. Sedangkan yang termahal seperti baju daur ulang dan karpet bisa mencapai harga Rp 200 ribu.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id