Kisah Hijrah Pria Kurai Taji Sumbar hingga Berteman Akrab dengan Bung Karno

Samaun-Bakri.jpg
(WIKIPEDIA)

RIAU ONLINE - Samaun Bakri, teman akrab dan utusan kepercayaan Presiden Soekarno. Ia seorang wartawan dan pejuang kemerdekaan Indonesia.

Saat, Soekarno berada di Jakarta setelah bebas dari pengasingan Bengkulu, Samaun diutus Soekarno untuk membawa pesan dan bingkisan untuk Fatmawati di Bengkulu. Lantas, Samaun pula yang membawa Fatmawati dan orangtuanya ke Jakarta.

Bersama Abdul Karim Oei dan dr. Djamil, Samaun mengurus pernikahan Fatmawati dengan Soekarno pada 1 Juni 1943, yang diwakili teman dekatnya, opseter (pengawas) Sarjono. Usai pernikahan, Samaun pula yang membawa dan mengawal Fatmawati beserta orangtua, paman dari ibu Fatmawati, Moh. Kancil, yang juga penjahit pakaian Bung Karno saat di Bengkulu, ke Jakarta.

Samaun Bakri adalah putra dari pasangan Bagindo Abu Bakar dan Siti Syarifah, kelahiran 28 April 1908 di Nagari Kurai Taji, Nan Sabaris, Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Baca Juga: Bukan Aceh, Kaum Ibu Minanglah Pertama Kali Beli Pesawat Untuk Indonesia

Pendidikan menengah pertamanya ditempuh Samaun di Vervolgschool, lalu di Sumatera Thawalib Padang Panjang. Samaun juga memperbanyak ilmunya dengan berbagai kursus, mulai dari ilmu politik, bahasa asing, dan lainnya.

Samaun muda bekerja di kantor residen Padang pada awal 1926. Namun tak lama kemudian, ia memutuskan berhenti karena tidak suka dengan keangkuhan orang Belanda. Semangat anti-penjajahannya membuat Samaun menjadi aktivis di berbagai partai politik di Sumatera Barat. Di antaranya Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Persatuan Muslim Indonesia (Permi). Kemudian, Samaun bergabung dengan ormas Muhammadiyah setelah partai-partai politik pergerakan dibubarkan pemerintah kolonial.

Samaun juga berjuang lewat media massa. Pada 1929, ia menjadi wartawan surat kabar Persamaan. Samaun mengkritik kebijakan pemerintah kolonial sehingga kontrolir Pariaman, Spits, marah hingga berujung pada pengusiran Samaun dari tanah kelahirannya melalui Wali Nagari Kurai Taji, Moehammad Noer Majolelo yang masih berkerabat dengannya.

Samaun bersama istri ketiganya, Siti Maryam dan Abdul Muis, anak istri pertamanya, disarankan untuk meninggalkan kampung halaman. Sebab, menurut Wali Nagari Kurai Taji, Samaun akan menjadi sosok besar jika pergi meninggalkan kampung halamannya.


Klik Juga: Anda Miliki Darah Minangkabau? Inilah Urang Awak pada Mata Uang di Empat Negara

“Samaun, sebenarnya kau terlalu besar, sedang daerah ini terlalu kecil untuk perkembangan bakatmu. Lebih baik kau pergi ke kota besar. Ini uang sekadar biaya. Pergilah! Saya aman dari semburan Spits dan kau bisa berkembang, mungkin nanti kau jadi orang besar,” kata Majolelo, seperti ditirukan Fuad S. Bakri, anak Samaun Bakri, dilansir dari Historia, Kamis, 27 April 2017.

Samaun kemudian memulai perantauannya menuju Medan, Sumatera Utara. Lantas melanjutkan hijrahnya ke Bengkulu. Di kota ini, Samaun aktif sebagai anggota Muhammadiyah dan sebagai wartawan surat kabar Sasaran. Ia kemudian mendirikan surat kabar Penabur setelah media sebelumya dibreidel oleh pemerintah kolonial Belanda. Samaun juga pernah menjadi wakil majelis pemuda Muhammadiyah daerah Bengkulu.

Semasa di Bengkulu, Samaun berperan sebagai pimpinan dalam penyambutan Soekarno saat tempat pengasingannya dipindahkan ke Bengkulu dari Ende, Nusa Tenggara, pada 14 Februari 1938. Selanjutnya, Samaun berteman akrab hingga menjadi orang yang sangat dipercaya oleh Soekarno.

Dilansir dari Wikipedia, saat Jepang masuk dan menduduki wilayah Nusantara, Samaun menjadi pembantu KH Mas Mansoer, yang bersama Sukarno, Mohammad Hatta, dan Ki Hajar Dewantara (Empat Serangkai) memimpin organisasi bentukan Jepang yang bernama Putera (Pusat Tenaga Rakyat). Ia juga sempat menjadi anggota Jawa Hokokai, organisai bentukan Jepang lainnya.

Lihat Juga: Inilah Kartini Minangkabau yang Terlupa Dalam Sejarah

Samaun menjadi salah satu saksi perumusan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia bersama beberapa pejuang muda lainnya, seperti Sayuti Melik, B.M. Diah, Adam Malik, dan Sukarni. Samaun, setelah kemerdekaan, sempat menjadi pembantu Walikota Jakarta Suwiryo.

Kedatangan tentara sekutu pasca kekalahan Jepang kembali membuat Samaun dan keluarga hijrah. Kali ini Jawa Barat menjadi tempat hijrahnya. Di sana ia aktif sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai wakil dari Jawa Barat, juga sebagai anggota Badan Pekerja KNIP, dan sempat pula menjadi sekretaris penjabat Gubernur Jawa Barat Mr Datuk Djamin merangkap anggota Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) yang memutuskan pembumihangusan kota Bandung pada 23 Maret 1946.

Samaun, setahun kemudian menulis buku untuk mengenang peristiwa yang dikenal sebagai Bandung Lautan Api, yang berjudul Setahoen Peristiwa Bandoeng. Pada 1947, Samaun dipercaya menempati posisi sebagai Wakil Residen Banten, yang merupakan bagian dari Jawa Barat.

Pada tahun 1948, dari Yogyakarta sebagai ibukota negara ketika itu, Presiden Soekarno menugaskannya mengambil emas seberat 20 kg dari Cikotok, Banten, untuk membeli pesawat ke India. Setelah itu, Samaun berangkat menuju Tanjung Karang, Lampung, dengan pesawat Dakota RI 002 milik Bobby Earl Freeberg dari lapangan udara Gorda, Serang. Namun, diperjalanan dari Tanjung Karang menuju Bukittinggi sebelum ke India, pesawatnya rusak dan jatuh di tengah hutan wilayah Lampung Tengah pada 1 Oktober 1948.

30 tahun kemudian, tepatnya pada 14 April 1978, bangkai pesawat yang ditumpangi Samaun ditemukan oleh seorang pencari rotan di bukit Punggur, Lampung. Pencari rotan melaporkan temuannya kepada Pemerintah Lampung Tengah, hingga akhirnya seluruh kerangka jenazah penumpang dan awak dapat ditemukan, kecuali kerangka Bobby Earl Freeberg.

Kerangka Samuan bersama kerangka jenazah lainnya kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Tanjung Karang pada 29 Juli 1978. Pada 2002 ia dianugerahi penghargaan Bintang Mahaputra Utama oleh pemerintah Indonesia.

Untuk mengenang jasa-jasa dan perjuangannya, anaknya Fuad S. Bakri bersama Teguh Wiyono menulis buku dengan judul Samaun Bakri, Sang Jurnalis dan Misteri Jatuhnya RI 002. Buku yang diterbitkan oleh Rajawali Konsultan itu diluncurkan pada 20 September 2014 di Museum Teks Proklamasi, Jakarta.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline