Baru Dua Polisi Jadi Pahlawan Nasional, Apa tak Ada Polisi yang Layak?

Dua-Polisi-Pahlawan-Nasional.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)

RIAU ONLINE - Sejak Indonesia Merdeka, 17 Agustus 1945, hingga kini, 2017, dalam deretan Pahlawan Nasional ditetapkan Pemerintah, baru tercatat dua polisi sebagai pahlawan.

Dari dua polisi tersebut, sama sekali tak terdapat nama-nama pernah menjabat sebagai Kepala Polri (Kapolri), orang dianggap berjasa dalam memimpin Kepolisian di masanya.

Kedua pahlawan dari Kepolisian tersebut, Ajun Inspektur Dua (Aipda) Karel Satsuit Tubun, pengawal kediaman Wakil Perdana Menteri dr J Leimena dan Bapak Brigade Mobil (Brimob), Komisaris Jenderal Pol Moehammad Jasin. 

Baca Juga: Mahasiswa PKI Tak Bisa Bubarkan HMI, Aidit: Pakai Sarung Saja

Sejarahwan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam mengatakan, di Indonen]sia tentara terutama TNI Angkatan Darat (AD) memiliki kesadaran sangat tinggi pentingnya sejarah. 

1. Karel Satsuit Tubun 

Karel Satsuit Tubun ketika itu tewas ditembak pasukan penculik para jenderal dalam peristiwa Gerakan 30 September (Gestapu) 1965. Pasukan yang tergabung dalam Resimen Tjakrabirawa mendatangi kediaman Menteri Panglima Angkatan Bersenjata (Menpangab) Jenderal Abdul Haris (AH) Nasution. 

Rumah Menpangab dan Wakil Perdana Menteri J Leimena berdekatan. Usai menyantroni rumah AH Nasution dan menembak anak bungsunya yang perempuan, Ade Irma Nasution, tim penjemput ini juga beralih ke rumah sebelah, rumah dr J Leimena. 

Aipda Karel Satsuit Tubun

Ketika itu, Karel mendapat jatah piket jaga di pagi hari. Ia kemudian menyempatkan diri untuk tidur. Kelompok bersenjata ini saat tiba di rumah dr J Leimena, langsung menyekap para pengawal politisi asal Maluku tersebut. 

Saat mendengar suara ribut-ribut dan gaduh, Karel Satsuit Tubun pun ikut terbangun. Ia kemudian membawa senjata dan mencoba untuk menembak para penculik itu. Sayangnya, malah gerombolan lebih cepat menembaknya. Karel pun tewas tertembak seketika. 

Asvi Warman Adam di dalam bukunya, Menguak Misteri Sejarah menjelaskan, tewasnya Karel Satsuit Tubun hanya "kebetulan" sehingga tak lama ia tewas kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi. 

Klik Juga: Usai Singkirkan Soekarno, Soeharto Campakkan Tiga Jenderal Loyalisnya


Dalam daftar Pahlawan Revolusi, selain Karel, terdapat korban Gestapu lainnya nama-nama seperti Jenderal Ahmad Yani, Letjen R Suprapto, Letjen MT Haryono, Letjen S Parman, Mayjen Sutoyo, Mayjen DI Pandjaitan, Brigjen Katamso, Kolonel Sugiono dan Kapten CZI Pierre Tendean.

Tak hanya itu, laki-laki kelahiran Tual, Maluku Tenggara 14 Oktober 1928, diberikan kenaikan pangkat Anumerta menjadi Ajun Inspektur Dua Polisi. Namanya juga kini diabadikan menjadi nama Kapal Perang Republik Indonesia dari fregat kelas Ahmad Yani dengan nama KRI Karel Satsui Tubun. Selain itu, namanya juga diabadikan pada Bandar Udara Karel Satsui Tubun di Pelabuhan Ratu. 

2. Moehammad Jasin 

Setengah abad kemudian, 50 tahun berselang usai gugurnya Aipda Karel Satsuit Tubun, dianugerahi sebagai Pahlawan Revolusi, pemerintah kembali menetapkan seorang polisi sebagai pahlawan, Pahlawan Nasional. 

Pemberian Pahlawan Nasional kepada Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Moehammad Jasin, diserahkan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Kamis, 5 November 2015. 

Pemberian gelar tersebut usai melalui tahapan pengusulan, akhirnya gelar Pahlawan Nasional diberikan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 116/TK/Tahun 2015 pada 4 November 2015. 

Komjen Pol Moehammad Jasin

Jasin-lah pertama kali menyatakan Proklamasi Kepolisian Istimewa bagian dari Republik Indonesia, 21 Agustus 1945. Ketika itu, Inspektur Polisi Muhammad Yasin, Komandan Tokubetsu Keisatsutai (Polisi Istimewa) Surabaya, menyatakan Tokubetsu Keisatsutai Surabaya bagian Kepolisian Negara Republik Indonesia dan segera melakukan tindakan-tindakan mempertahankan kemerdekaan. 

Lihat Juga: Inilah Komandan Brimob Ranger Yang Angkat Senjata Demi Bela Prajuritnya

 

Ia juga ikut angkat senjata saat peperangan mengusir Inggris dari Surabaya, kemudian dikenal dengan nama Pertempuran 10 November 1945, dan diperingati sebagai Hari Pahlawan saban tahunnya. 

Kemudian, Jasin juga diperintahkan untuk mendirikan Mobiele Brigade (Mobbrig), lalu berganti nama menjadi Brigade Mobil (Brimob) saat ini. Pasukan khusus ini berfungsi sebagai pasukan tempur dibentuk pada November 1946, dalam konferensi Djawatan Kepolisian Negara di Purwokerto.

Jasin juga terlibat dalam pemberantasan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1948 di Madiun dan Blitar, Jawa Timur. Selain itu, kepiawaiannya menumpas pemberontakan pasukan bersenjata, Jasin juga diberi amanah menumpas berbagai pemberontakan dalam negeri, antara lain pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dibawah kepemimpinan Kapten Westerling, di Bandung, Jawa Barat. 

Ia juga menggagalkan keinginan Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk menempatkan Marinir di objek minyak Caltex di Riau dan menjaga keamanan warga Paman Sam. 

Jasin beranggapan, penempatan pasukan itu sebagai bantuan terselubung Amerika untuk PRRI. Dengan persetujuan Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo, Moehammad Jasin menemui Duta Besar Amerika Serikat, Howard P Jones.

Hasilnya, pengamanan dapat dilakukan oleh pasukan Mobrig, sehingga Amerika Serikat tidak perlu mengirimkan pasukan marinir. Jaminan diberikan Jasin dapat diterima Jones dan kemudian ditempatkan pasukan Mobrig di Riau seperti dijanjikannya.

Klik: Malam Natal, Belanda Jatuhkan Bom Di Pekanbaru

Sayangnya, Jasin yang asli orang Sulawesi ini, bersikap melawan dan menolak perintah Presiden Soekarno. Pemicunya, ia menentang pengangkatan Soekarno Joyonegoro sebagai Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian, tahun 1959. 

Ternyata, Jasin mencium Soekarno Joyonegoro “disenangi” PKI. Padahal, ia dijanjikan oleh Bung Karno sebagai wakil  Menteri Angkatan Kepolisian. Tawaran tersebut ia tolak dan ia "diungsikan" ke Jerman. 

Akhir Desember 1964, Bung Karno meminta Jasin menemuinya di Paris, Prancis dan kembali ia dijanjikan akan diangkat menjadi menteri/Panglima Angkatan Kepolisian. Awal Januari 1965, Jasin pulang ke Indonesia.

Usai bertugas beberapa waktu sebagai Sekretaris Komando Operasi Tertinggi (KOTI), Jasin dipanggil ke istana untuk dilantik sebagai Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian. Namun, atas desakan Wakil Perdana Menteri (Waperdam) dr. Subandrio, pengangkatan itu dibatalkan.

 


Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline