Sejak Perang Enam Hari, Israel-Palestina Bersengketa Selama 50 Tahun

Perang-di-Palestina.jpg
(DW/PICTURE-ALLIANCE/DPA)

RIAU ONLINE - Perang Enam Hari tahun 1967 sudah lima puluh tahun berlalu, namun sengketa antara Israel dan Palestina tak kunjung usai. Mengapa sulit menciptakan damai antara keduanya?

Berawal dari Resolusi Dewan Keamanan PBB 242 pada 22 November 1967 yang menyerukan pertukaran tanah untuk perdamaian. Semenjak saat itu, telah banyak upaya yang dilakukan untuk membangun perdamaian di wilayah mengacu pada Resolusi 242. Resolusi yang ditulis sesuai Bab VI Piagam PBB itu hanya bersifat rekomendasi, bukan perintah.

26 Maret 1967, Presiden Mesir Anwar Sadat, Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin menandatangani perjanjian perdamaian di Washington DC, AS.

Koalisi negara-negara Arab, yang dipimpin Mesir & Suriah berjuang dalam Yom Kippur (Perang Oktober 1973). Perang ini akhirnya mengarah pada pembicaraan damai yang berlangsung 12 hari & menghasilkan dua kesepakatan, dilansir dari DW.COM.

Baca Juga: Ingin Naik Pangkat Prajurit Israel Harus Bunuh Warga Palestina

Padad 1991, Amerika Serikat dan Uni Soviet bersama menggelar konferensi di Ibukota Spanyol, Madrid yang melibatkan Israel, Yordania, Lebanon, Suriah, dan Palestina. Saat itulah untuk pertama kalinya, mereka bertemua juru runding Israel. Namun, tak banyak pencapaian ke arah perdamaian. Pertemuan itu hanya menghasilkan kerangka dasar untuk negosiasi lanjutan.

Dua tahun berikutnya, proses mendamaikan kedua negara terus berlanjut. Di Norwegia, Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) melakukan negosiasi. Negosiasi ini menghasilkan kesepakatan pertama antar kedua belah pihak melalui Perjanjian Oslo, yang ditandatangani di Amerika pada September 1993.

Memasuki tahun 2000, Presiden AS saat itu, Bill Clinton mengundang Perdana Menteri Israel Uhud Barak dan Ketua PLO, Yasser Arafat untuk membahas perbatasan, keamanan, pemukiman, pengungsi, dan Yerusalem.


Pembahasan dalam pertemuan ini memang lebih rinci, namun negosiasi ini tetap saja tidak mencapai kesepakatan. Kegagalan untuk mencapai kesepakatan di Camp David tahun 2000 diikuti oleh pemberontakan Palestina.

Klik Juga: Israel: AS Berkomplot Gagalkan Pembangunan Permukiman Yahudi Di Palestina

Negosiasi terus berlanjut di Washington, di Kairo dan Taba, Mesir. Namun, lagi-lagi tidak memberikan kabar gembira. Kemudian pada Maret 2002, diusulkan Inisiatif Perdamaian Arab di Beirut.

Inisiatif Perdamaian Arab itu menyatakan jika Israel mencapai kesepakatan dengan Palestina berdasarkan garis batas 1967, maka semua negara Arab akan tandatangani perjanjian perdamaian dan hubungan diplomatik dengan Israel.

Tahun berikutnya, melalui kerangka Kuartet Timur Tengah, AS, Uni Eropa, Rusia & PBB mengembangkan peta jalan damai. Peta damai itu diterima oleh Perdana Menteri Israel Ariel Sharon dan Pemimpin Palestina Mahmoud Abbas pada Juni 2003, dengan persetujuan Dewan Keamanan PBB pada November 2003. Jadwal kesepakatan akhir sejatinya bakal berlangsung tahun 2005. Sayangnya, hal itu tidak pernah terlaksana.

Upaya tak pernah berhenti hingga tahun 2007. Proses perdamaian kembali diluncurkan melalui konferensi di Annapolis, Maryland dengan Presiden AS, George W Bush sebagai tuan rumah. PM Israel, Ehud Olmert & Pemimpin Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas ambil bagian dalam pembicaraan dengan pejabat puluhan negara-negara Arab. 
Konferensi ini membuahkan kesepakatan, bahwa negosiasi lebih lanjut akan dilakukan dengan tujuan mencapai kesepakatan damai pada akhir 2008.

Lihat Juga: Turut Berjibaku Lawan Api, PM Israel Berterima Kasih Ke Palestina

Tahun 2010, atas upaya utusan khusus AS George Mitchell, PM Israel Benjamin Netanyahu menyetujui dan menerapkan moratorium 10 bulan untuk permukiman di wilayah yang dipersengketakan.

Dalam kesempatan itu pula, Netanyahu dan Abbas setuju untuk kembali meluncurkan negosiasi langsung guna menyelesaikan semua masalah yang telah berlarut-larut itu. Namun, dalam beberapa pekan negosiasi yang dimulai di Washington pada September 2010 itu malah mendapat kebuntuan.

Akhir 2012, babak baru kekerasan pecah di dan sekitar Gaza. Gencatan senjata dicapai antara Israel dan mereka yang berkuasa di Jalur Gaza berakhir Juni 2014. Penculikan dan pembunuhan tiga remaja Israel pada Juni 2014 menimbulkan kekerasan baru dan berujung pada peluncuran operasi militer Israel, yang berakhir dengan gencatan senjata pada 26 Agustus 2014.

Dan tahun 2017 ini, utusan dari lebih dari 70 negara berkumpul di Paris, Perancis, membahas konflik Israel -Palestina. Netanyahu mengecam diskusi itu sebagai bentuk "kecurangan". Baik perwakilan Israel maupun Palestina menghadiri pertemuan puncak.

"Sebuah solusi dua negara adalah satu-satunya kemungkinan," kata Menteri Luar Negeri Perancis, Jean-Marc Ayrault, dalam acara tersebut.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline