Pungli Masih Jadi Tradisi Dalam Layanan Publik

Pungutan-Liar-atau-Pungli.jpg
(INTERNET)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Ombudsman Perwakilan Provinsi Riau mencatat dari seluruh pengaduan mal-administrasi pelayanan publik penyelenggara negara yang dilaporkan oleh masyarakat, urutan paling atas yang dilaporkan adalah penundaan berlanjut yang dilakukan oleh lembaga yang mayoritas merupakan pencatatan administrasi sipil.

Dari 203 pengaduan yang masuk, 36 persen di antaranya merupakan dugaan penundaan berlanjut. Lalu di urutan kedua dan ketiga adalah tidak memberi pelayanan dan penyalahgunaan wewenang, masing-masing dengan angka 16 dan 14 persen dari total pengaduan.

"Tiga urutan ini menjadi faktor pungutan liar dan suap makin banyak dilakukan oleh penyelenggara negara dan masyarakat," kata Kepala Ombudsman Perwakilan Provinsi Riau, Ahmad Fitri, Kamis, 19 Januari 2017.

Baca Juga: Oknum Honorer Disdukcapil Kampar Ditangkap Tim Saber Pungli Dalam OTT

Meski begitu, tindak suap dan pungli yang menjadi salah satu bagian dari malpraktik dan juga bagian dari tindak pidana korupsi, tak banyak diadukan oleh masyarakat. Padahal Ombudsman menilai pungli adalah mal-praktik paling mudah ditemui di instansi pemerintahan.


Pungli dalam catatan ombudsman hanya berkisar 5 persen dari total pengaduan yang masuk. Ombudsman tak mengetahui alasan mengapa masyarakat tak banyak mengadu soal pungli.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Riau, Dr Mexsasai Indra SH menyebutkan alasan bahwa sudah ada kebiasaan atau tradisi pungli dan suap yang ada antara masyarakat dan pejabat pemerintahan. Ini lalu menjadi kelaziman dalam pengurusan layanan publik.

Klik Juga: Saber Pungli Tindak Laporan Pungli E-KTP Pada Ratusan Warga Bengkalis

"Asumsi saya, kultur ini yang harusnya diubah untuk menegakkan pemerintahan yang bersih dan transparan. Karena bagaimana pemerintahan bisa bersih dan transparan sedangkan tradisi suap dan pungli masih berlangsung," papar Mexsasai.

Selain empat tersebut, ada beberapa kualifikasi lain yang masuk dalam pengaduan masyarakat. Misalnya penyimpangan prosedur, tidak kompeten, diskriminasi, tidak patut dan berpihak.

"Logika hukumnya, jika ada praktik mal-administrasi di sebuah instansi pemerintahan, maka di situ sangat mungkin pungli terjadi," tandas Mex.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline