Siapa Aktor di Balik Para Pelaku Teror di Indonesia?

ILUSTRASI-DENSUS-88.jpg
(OKEZONE)

RIAU ONLINE - Dalam satu hari, Detasemen Khusus 88 Antiteror berhasil membekuk sejumlah terduga teroris di empat kota, Tangerang Selatan, Payakumbuh, Deli Serdang, dan Batam, Rabu, 21 Desember 2016.

 

Sejumlah orang yang ditangkap itu memiliki hubungan dengan jaringan kelompok teroris global, Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Polisi juga menyebut nama Bahrun Naim, anggota ISIS asal Indonesia yang kini berada di Suriah.

 

Menurut pengamat intelijen dan terorisme dari Universitas Indonesia, Ridwan Habib, Bahrun Naim sengaja membentuk teroris di Indonesia dalam sel kecil di beberapa kota untuk mempersulit polisi mengurai jaringan mereka dengan cepat.

 

"Ini bagian dari perencanaan strategi kerja Bahrun Naim untuk membagi kelompok penyerang itu dalam sel-sel kecil," kata Ridwan, dikutip dari CNN Indonesia, Kamis, 22 Desember 2016.

 

Peristiwa ini juga pernah terjadi sebelumnya pada 2015 lalu. Ketika satu kelompok teroris ditangkap pada Desember 2015, tak berselang lama pada 14 Januari 2016, kelompok teroris lain melakukan aksi teror di Thamrin, Jakarta Pusat. Mereka masih terkoneksi dengan Bahrun Naim.

 

"Kali ini sama, ketika kelompok Bekasi yang merakit bom panci tertangkap, mereka akan melakukan serangan pengganti dengan menyerang pos polisi di Tangsel," jelas Ridwan.

 

Kelompok-kelompok kecil itu, kata Ridwan, berasal dari jaringan lama yang sudah memiliki basis ideologi sama dengan kelompok teroris sebelumnya. Beberapa di antaranya mantan anggota Jamaah Islamiyah, Jamaah Ansharut Tauhid, maupun Jamaah Anshar Daulah (JAD).

 

"Dari para mantan itu sebagian kecil berbaiat pada ISIS," katanya.

 

Menurutnya, jumlah ereka cukup banyak di beberapa wilayah di Indonesia, seperti Solo, Malang, Makassar, Medan, Lamongan, Surabaya dan kota-kota besar lainnya..

 

"Ini adalah kelompok yang dulu sebelum ada ISIS, mereka sudah radikal. Sekarang setelah ada ISIS, mereka berbaiat, lebih radikal lagi," ujarnya.

 

Radikalisasi semakin menguat karena perintah ISIS adalah melakukan serangan kepada pemerintahan yang dianggap thogut atau kafir.


 

Dalam konteks ini, sosok Bahrun Naim dipercaya kelompok radikal di Indonesia mampu mengatur strategi aksi teror. Dia memanfaatkan teknik baru untuk melakukan serangan. Strategi yang disiapkan Bahrun dianggap cukup cerdas dan taktis.

 

"Mereka merasa Bahrun Naim cocok sebagai perencana yang baik," ujarnya.

 

Sebelumnya, Mabes Polri menyatakan empat terduga teroris di Tangerang Selatan berhubungan dengan jaringan teroris di Bekasi dan Tasikmalaya, Jawa Barat. Dua jaringan yang berbaiat pada ISIS ini ditangkap dalam dua pekan terakhir.

 

Sementara penangkapan terduga teroris di Deli Serdang, Sumatera Utara, dan di Batam, Kepulauan Riau, masih dalam kelompok yang sama. Polisi menyebut mereka bagian dari kelompok teroris Khatibah Gigih Rahmat (KGR) yang memiliki hubungan dengan Bahrun Naim.

 

Sedangkan seorang terduga teroris yang ditangkap di Kota Payakumbuh, Sumatera Barat, memiliki hubungan dengan mantan jaringan Jamaah Islamiyah yang berkorelasi dengan ISIS.

 

Kepolisian menduga kelompok-kelompok teror kecil itu sebagai bagian dari sel-sel kecil yang dibentuk anggota ISIS asal Indonesia, Bahrun Naim.

 

Sosok lain yang juga berperan penting dalam aksi teror di Indonesia selain Bahrun Naim adalah Aman Abdurahman. Jika Bahrun mengatur serangan di lapangan, Aman berperan sebagai penyebar ideologi terorisme di Indonesia.

 

Kebanyakan anak buah pria yang mengklaim dirinya sebagi amir ISIS di Asia Tenggara itu merupakan para pemuda yang masuk penjara akibat kasus kriminal.

 

Polisi menyebut para terduga teroris yang digerebek di Tangerang Selatan merupakan jaringan Jamaah Anshar Daulah (JAD), organisasi pimpinan Aman Abdurahman yang pernah ditahan di LP Cipinang, Jakarta Timur, sebelum dipindah ke Nusakambangan, Cilacap.

 

Selain itu, pelaku bom bunuh diri di Thamrin Jakarta pada awal tahun ini, Afif alias Sunakim, adalah tukang urut Aman Abdurahman. Dia pernah dipenjara karena kasus teror di Aceh selama tujuh tahun di Cipinang dan menjadi murid Aman.

Baca Juga: Lagi, Densus 88 Ringkus Terduga Teroris di Payakumbuh

 

"Ini jaringan rekrutan dari Cipinang, anak-anak Cipinang. Figur selain Bahrun Naim adalah Aman Abdurahman. Urusan ideologi atau pemahaman takfiri ini diisi oleh Aman," kata pengamat terorisme Muhammad Jibriel Abdul Rahman.

 

Menurut Jibriel, aparat penegak hukum harus menyelesaikan ideologi yang merupakan akar masalah terorisme. Begitu pula dengan penyebarnya, seperti Aman. Selama ini hukuman penjara tak mampu mengubah ideologi Aman.

 

"Dia dalam penjara masih bisa mentransfer ideologi, apalagi sudah bebas," katanya.

 

Jibriel menyebutkan diantara para eksekutor atau pelaku bom bunuh diri kebanyakan adalah anak muda yang berpemahaman sempit. Mereka yang tidak mempelajari aqidah sejak kecil.

 

"Ketemu di penjara sebagai kriminal, lalu dimasuki ideologi, menganggap cocok dan secara tak langsung mengiyakan (pemahaman takfiri)," ujarnya.

 

Ketika didoktrin bahwa Islam butuh martir untuk melakukan bom bunuh diri, mereka serta merta menerima tanpa berpikir mengenai dampak dan mudaratnya.

 

Kepentingannya hanya melakukan teror dan balas dendam kepada aparatur negara yang telah memberantas anggota mereka. Mereka melakukan serangan secara serampangan, bahkan menyerang polisi lalu lintas yang tidak memiliki hubungan penaggulangan terorisme secara langsung.

 

"Misi membunuh polisi adalah kebencian semata, tapi yang besar adalah dampak liputannya, bahwa eksistensi ISIS di Indonesia masih ada," katanya.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline