Aktivis Nilai Penegakan Hukum Karlahut Masih Lemah

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mengatakan pemerintah maupun penegak hukum harusnya tak memiliki keraguan untuk melindungi masyarakat ketika disinyalir kuat perusahaan merupakan sebab terjadinya bencana asap selama ini.

 

Deputi Direktur ICEL, Raynaldo Sembiring mengatakan selain masalah hulu bahwa ada tumpang tindih tata kelola kehutanan di Riau, masalah lain yang juga memperparahkeadaan adalah lemahnya penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat berwenang.

 

"Sistem aturan kita sudah cukup komprehensif hingga instrumennya dan sanksi. Tapi masalahnya adalah semua itu tak pernah dijalankan secara efektif," kata Ray, Sabtu, 26 November 2016.

Baca Juga: EOF: Kapolda, Segera Tetapkan 49 Korporasi Pembakar Hutan dan Lahan Sebagai Tersangka

 

Dalam sistem hukum nasional, ada 3 instrumen hukuman yang bisa diberikan pada pelaku usaha perusak lingkungan hidup. Mulai dari sanksi administrasi, perdata hingga pidana.

 

Ray juga mengaku kecewa Polda Riau banyak menerbitkan SP3 pada perusahaan yang melakukan pembakar lahan. Padahal Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) banyak mengumpulkan data bukti soal keterlibatan mereka.



 

"Tentu saja kita kecewa dengan putusan yang tak pro lingkungan tersebut," tandasnya.

Klik Juga: Pekanbaru Dikritik Karena Tak Miliki Kebijakan Anggaran Bencana Asap

 

Jumat, 18 November 2016 lalu, Kapolda Riau, Brigjend Zulkarnaen Adinegara menerima langsung laporan dugaan tindak pidana pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang disampaikan oleh Koalisi Eyes On the Forest (EoF) di Mapolda Riau.

 

Laporan tersebut diterima langsung oleh Zulkarnain dan ia berterimakasih atas adanya laporan tersebut sebagai bentuk pengawasan aktivis lingkungan hidup.

 

“Laporan tersebut menjelaskan 49 konsesi Korporasi bidang kehutanan (HTI dan HPH) dan perkebunan kelapa sawit yang terbakar yang ditemukan oleh EoF. Semuanya dilengkapi dengan bukti foto, Koordinat dan peta hotspot bahkan hasil wawancara dengan warga,” kata Okto.

LIhat Juga: Rekor, MA Vonis PT Merbau Pelalawan Lestari Bayar Rp 16 Triliun ke Negara

 

“Inti laporan bahwa kebakaran hutan dan lahan di dalam areal 49 korporasi telah mengakibatkan pencemaran udara dan kriteria kerusakan lingkungan hidup. Untuk pembuktianya harus menggunakan scientific evidence dengan menghadirkan ahli Prof Bambang Hero Saharjo dan DR Basuki Wasis,” kata Okto, Koordinator Laporan 49 Korporasi.

 

Ini juga janji Kapolri bahwa Kapolda tidak boleh menerbitkan SP3. "Ini juga sebagai bukti bahwa status Polda Riau naik menjadi tipe A menunjukkan penyidiknya profesional dan serius menangani salah satunya kejahatan lingkungan hidup,” kata Okto.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline