RIAU ONLINE - Dua organisasi gereja terbesar di Jerman kini semakin kehilangan anggotanya. Begitu pula dengan jurusan teologi di berbagai unversitas Jerman. Apakah Jerman mengalami krisis kepercayaan?
Komunitas yang berlandaskan agama Kristen di Jerman kini semakin ditantang ancaman untuk tetap bertahan. Pertanyaan-pertanyaan yang memperlihatkan surutnya kepercayaan mulai muncul.
Seperti Apakah pergi ke gereja masih sesuai jaman? Apa yang ditawarkan gereja sebagai institusi? Bagaimana institusi gereja bisa meyakinkan orang yang sudah tidak jadi anggota? Ada yang berpendapat bahwa ini adalah 'fase peralihan', sementara kritikus menyebut hal ini sebagai krisis.
Pada 2013, Gereja Katolik Jerman kehilangan hampir 180 ribu anggotanya, artinya 50 persen lebih banyak dari tahun sebelumnya. Sementara, Gereja Protestan Jerman tidak kehilangan anggota sebanyak itu, namun jumlah orang yang menjadi anggota jauh lebih sedikit.
DW.COM/PICTURE-ALLIANCE/DPA
Di Jerman, setiap orang yang menjadi anggota harus membayar pajak gereja. Bagi orang berpenghasilan menengah, jumlahnya sampai beberapa ratus Euro per tahun. Bagi mereka yang berpandangan skeptis terhadap institusi gereja, ini kadang jadi argumen untuk keluar dari keanggotaan. Jika jumlah anggota berkurang maka berkurang pula dana organisasi gereja.
Banyak anggota yang mengaku tidak memperoleh apapun dari gereja hingga memutuskan untuk berpindah agama. Seperti David Stang yang dulunya seorang Katolik. Bahkan, ia aktif sebagai remaja putra altar. "Tapi ada yang tidak cocok," ungkapnya mengenang.
David Stang memutuskan memeluk Agama Islam (DW/K.DAHMANN)
Hingga akhirnya, David memutuskan untuk memeluk agama Islam. Sejak itu, Devid merasa menemukan dirinya sendiri.
Sejumlah besar kasus pelecehan seksual yang dilakukan imam dan pekerja organisasi gereja telah memicu semakin banyak orang keluar dari keanggotaan gereja beberapa tahun terakhir.
Gereja Katolik adalah gereja didera skandal dengan jumlah sangat besar, namun minim kritikan. Terkuaknya skandal pelecehan seksual pertama kali pada 2010, Bischofskonferenz yang jadi instansi gereja Katolik tertinggi di Jerman adakan penelitian, tapi terhenti.
Pada pertengahan 2013, jumlah anggota yang keluar dari gereja Katolik kembali memuncak. Biaya pembangunan rumah baru uskup di daerah Limburg jadi kepala berita. Awalnya hanya empat juta Euro, kemudian naik jadi lebih dari 30 juta Euro.
Ketika tekanan makin besar, Uskup Franz-Peter Tebartz-van Elst ajukan pengunduran diri kepada Paus. Tapi banyak anggota tidak percaya lagi pada gereja Katolik Jerman.
Dilema yang sama juga dialami dua organisasi gereja terbesar di Jerman. Terlihat ketika jumlah mahasiswa jurusan teologi berkurang dan orang yang ingin menjadi imam Katolik semakin sedikit.
Semakin banyak komunitas gereja yang hadapi kesulitan untuk terus eksis. Kedua organisasi gereja terbesar masih memiliki 45.000 gereja. Sejumlah besar komunitas terpaksa disatukan dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, Banyak gedung gereja sudah tidak digunakan lagi untuk beribadat.
Untuk merawat bangunan gereja dibutuhkan biaya besar, apalagi jika harus diperbaiki. Sehingga, menurut perkiraan pakar, hampir 10 persen bangunan gereja harus dijual. Gereja Martini di Bielefeld misalnya, sejak 2005 jadi restoran. Balkon di dalam gereja yang menjadi tempat organ jadi ruang untuk tamu spesial.
Gereja Martini di Bielefeld misalnya, sejak 2005 jadi restoran (DW/PICTURE-ALLIANCE/ROBERT B. FIZ)
Namun, tak sedikit pula gedung gereja yang dijadikan gereja khusus remaja. Di gereja remaja, kawula muda yang tidak bisa menerima ibadah secara tradisional akan berkumpul dan memperdalam iman mereka, melalui pelayanan iman khusus bagi remaja.
Sekitar dua pertiga orang Jerman menyatakan percaya kepada Tuhan. Di Jerman Timur, karena sejarah ateis di masa Jerman Timur, jumlahnya lebih sedikit daripada di Jerman Barat. Banyak orang yang percaya kepada Tuhan tidak jadi anggota kedua gereja Jerman terbesar. Mereka memilih jadi anggota organisasi gereja yang lebih kecil. Selain itu, berdoa juga bisa dilakukan sendirian.
Sumber: DW.COM