Gelar Rekonstruksi di Mapolda Riau, KontraS: Polisi Coba Kelabui Fakta dari Warga

Haris-Azhar-di-Polda.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/AZHAR SAPUTRA)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), Haris Azhar, mengatakan, rekonstruksi yang dilakukan Direktorat Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau di Mapolda Riau, merupakan upaya polisi untuk mengelabui fakta sebenarnya dalam kasus Meranti Berdarah. 

 

Padahal, tutur Haris, data dan fakta ia miliki sejak kasus itu meletus pada Kamis, 26 Agustus 2016, hingga ia mengunjungi keluarga korban penembakkan polisi, Apri Adi Pratama dan Isrusli, Kamis, 29 September 2016, masyarakat Meranti ingin tahu seperti apa kronologi dan itu tergambar dari rekonstruksi dilakukan. 

 

"Masyarakat Meranti keberatan dengan rekonstruksi yang digelar di Mapolda Riau. Persoalan kekhawatiran dan was-was itu jadi alasan polisi tidak melakukannya di lokasi kejadi. Sama sekali tidak ada laporan intelijen, jika rekonstruksi digelar (Meranti) akan membahayakan proses pengungkapan fakta sebenarnya. Tidak ada bukti mengarah ke sana," kata Haris Azhar, Jumat, 30 September 2016, di halaman Mapolda Riau.

 

Baca Juga: Inilah Kronologis Kerusuhan di Selat Panjang

 

Haris Azhar dan rombongan terdiri dari Jikalahari dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pekanbaru, awalnya ingin berjumpa Kapolda Riau, Brigjen Pol Supriyanto. Namun, Jumat pagi, Supariyanto keburu dicopot dari jabatannya dan melakukan serah terima di Mabes Polri dengan penggantinya, Brigjen Pol Zulkifli. 

 

Akhirnya, rombongan diterima oleh Direktur Krimum Kombes Pol Surawan, Direktur Krimsus Kombes Pol Rivai Sinambela, di ruangan Surawan. 


 

Di dalam ruangan tersebut, terungkap jika Polda Riau telah menetapkan 4 polisi sebagai tersangka dan 17 lainnya terlibat pelanggaran disiplin. Polda Riau juga telah memeriksa 31 polisi yang diduga mengetahui, terlibat atau ikut serta dalam kasus tewasnya Apri Adi Pratama. 

 

Peristiwa ini berawal dari cinta segitiga antara Apri Adi Pratama dan Brigadir Adil S Tambunan dengan seorang perempuan. Rabu malam, 25 Agustus 2016, Apri Adi bertemu dengan Brigadir Adil S Tambunan dan perempuan diperebutkan tersebut. Apri Adi kemudian menyerang menggunakan senjata tajam dan bintara polisi itu tewas dengan enam liang di tubuhnya. 

 

Demo2

 

Haris juga menemukan fakta, ternyata ada perintah dari Kapolres Kepulauan Meranti, AKBP Asep Iskandar ke anak buahnya, untuk mengejar Adi. Penangkapan berhasil dilakukan, namun kondisi adi sudah babak belur dengan ditemukannya dua lubang peluru di kaki kiri dan kanannya. 

 

Klik Juga: KontraS: Sudah Sering Brutalitas Polisi Hampa Tanpa Penegakkan Hukum

 

Inilah kemudian memicu kemarahan warga Selat Panjang, ibukota Kepulauan Meranti, hingga kantor Mapolres diserang dan menewaskan Isrusli, warga lainnya akibat tembakan polisi saat membubarkan massa. 

 

Laki-laki bertubuh sekitar 180 cm itu mengatakan, apapun alasannya, rekonstruksi harus dilakukan di lokasi kejadian perkara (TKP), bukan di Mapolda Riau.

 

"Ini merupakan modus mengelabui fakta, padahal warga yang menjadi saksi sangat banyak, melihat brutalnya polisi saat penangkapan, penganiayaan hingga tewasnya korban Apri Adi. Polisi mengandalkan pengakuan atau saksi mahkota di antara sesama polisi sendiri. Itu sepihak atau subjektif. Rekonstruksi dalam KUHAP merupakan alat menguji peristiwa diselidiki atau disidik oleh polisi," pungkasnya. 

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline