SP3 Karena Tak Cukup Bukti, DPRD Riau: Kenapa 15 Perusahaan Bisa Ditetapkan Jadi Tersangka?

Kebakaran-Kebun-Sawit-di-Lahan-Gambut.jpg
(TIMSATGAS KARHUTLA FOR RIAUONLINE.CO.ID)

RIAU ONLINE - Proses penerbitan surat pemberhentian penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan yang menjadi tersangka pembakar hutan pada Januari lalu dinilai ada kejanggalan oleh Dewan Perwakila Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau.

 

Ketua Komisi A DPRD Riau, Hazmi Setiadi mengatakan bukti di lapangan sudah menguatkan untuk setidaknya memproses perusahaan ke pengadilan.

 

Menurut Hazmi, selama tinjauan panitia khusus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 15 perusahaan, titik koordinat api terbukti berada pada wilayah konsesi perusahaan.

 

Seharusnya, kata Hazmi, polisi bisa menyelidiki kasus karhutla secara menyeluruh dengan melihat indikasi pelanggaran lain yang dilakukan perusahaan.

Baca Juga: Lebih dari 100 Ribu Kasus Kematian Dini Terjadi Akibat Karhutla

 

"Seyogyanya Pak Polisi dapat melakukan pengamanan berlapis dari ketiga pelanggaran itu. Tapi anehnya (perusahaan) bisa lepas seluruhnya," kata Hazmi, dikutip dari CNNIndonesia.com, Selasa, 20 September 2016.

 

Sementara, Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau Noviwaldy Jusman menjelaskan, penerbitan SP3 tersebut tidak didasari alasan yang kuat dan jelas. Alasan Kapolda Riau terkait tidak ada bukti yang cukup untuk melanjutkan proses hukum bagi 15 perusahaan itu dianggap tidak masuk akal.

 

"Untuk menetapkan individu atau korporasi jadi tersangka, perlu bukti. Kalau alasan SP3 karena tidak menemukan bukti cukup kenapa bisa tetapkan (15 perusahaan) jadi tersangka?" ujar Noviwaldy.



 

Menurut Noviwaldy, kasus karhutla khususnya di Riau telah meresahkan masyarakat. DPRD melalui panitia khusus Karhutla terus memantau pemanfaatan lahan di Riau dalam menanggulangi karhutla.

Klik Juga: Kepergok Saat KaburSatgas Amankan Pria Diduga Bakar Hutan Lindung Bukit Suligi Rohul

 

Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menjelaskan SP3 yang merupakan wewenang kepolisian daerah harus bisa dipertanggungjawabkan. Penerbitan SP3 pada Januari lalu, kata dia, tanpa memberikan penjelasan kepada publik secara jelas.

 

Dengan dibentuknya panitia kerja (panja) karhutla, tutur Benny, DPR ingin memastikan proses penetapan dan penerbitan SP3 sesuai dengan tata kelola yang diatur dalam undang-undang.

 

"Itu saja yang ingin kami cek di sini, penerbitan SP3 telah sesuai dengan kaidah dan bisa dipertanggungjawabkan," kata Benny.

 

Komisi III selanjutnya akan memanggil Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kapolda Riau, dan beberapa perusahaan bermasalah yang mendapat SP3.

 

Pada 2015, Polda Riau menangani 18 perusahaan yang diduga melakukan pembakaran lahan. Namun dari jumlah itu, hanya tiga kasus yang dinyatakan lengkap dan layak dilanjutkan ke proses selanjutnya.

Lihat Juga: 2 Perusahaan Pembakar Lahan Ditetapkan Sebagai Tersangka

 

Ketiga kasus itu melibatkan tiga korporasi yaitu PT Langgam Inti Hibrindo, PT Palm Lestari Makmur, dan PT Wahana Subur Sawit. Ketiganya sudah diproses di pengadilan. Hanya ada satu putusan berkekuatan hukum tetap dan membebaskan perusahaan, yakni PT Langgam Inti Hibrindo.

 

Sementara, 15 perusahaan lain penyidikannya dihentikan oleh Polda Riau. Perusahan-perusahaan itu antara lain PT Bina Duta Laksana, PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia, PT Ruas Utama Jaya, PT Suntara Gajah Pati, PT Dexter Perkasa Industri, PT Siak Raya Timber, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam, PT Rimba Lazuardi, PT Langgam Inti Hibrindo, PT Palm Lestari Makmur, dan PT Wahana Subur Sawit.

 

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mempersilakan siapa pun untuk mengajukan permohonan praperadilan terhadap SP3 dalam kasus pembakaran hutan dan lahan di Riau.

 

Tito mengatakan, pemberian SP3 dalam kasus itu diberikan sebelum dirinya menjabat sebagai Kapolri. Polda sampai dengan Polres saat ini dilarang untuk mengeluarkan SP3, melainkan harus diputuskan di Mabes Polri.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline