Inilah Kisah Yum Soemarsono, Si Pilot Heli Bertangan Satu Kepresiden Soekarno

Yum-Soemarsono.jpg
(Angkasa/ D.N. Yusuf)

RIAU ONLINE - Yum Soemarsono, nama yang sudah menjadi legenda di dunia penerbangan helikopter Indonesia. Yum adalah seorang penerbang, teknisi dan pembuat helikopter. Uniknya, Yum memperbaiki hingga menerbangkan helikopter hanya dengan satu tangan.

 

Pada 1950-an, Yum berangkat ke Amerika Serikat (AS) untuk mengikuti sekolah formal menjadi pilot helikopeter, di sanalah ia baru mulai belajar menerbangkan helikopter.

 

Kesempatan belajar di AS ternyata tak disia-siakan begitu saja, di sela-sela waktunya Yum mengikuti Helikopter Desigen course di Stanford University.

 

Sepulangnya ke Tanah Air, Yum terus berkarya untuk memajukan helikoter di Indonesia, meskipun ia harus merasakan kesedihan setelah kehilangan Soemarkopter yang merupakan helikopter ketiga ciptaannya.

Baca Juga: Hebat, Begini Ketangguhan Pasukan Elite Marinir

 

Pada 1963, Presiden Soekarno kepincut dengan kemampuan hingga Yum terpilih menjadi pilot helikopter kepresidenan kala itu.

 

Sejak itu, Yum mulai mengenal sosok Ahmad Yani, yang kemudian bersama Soekarno mendorong Yum untuk terus membangun sebuah helikopter.

 

Kemudian, Yum ditempatkan di Pindad untuk merancang helikopter buatannya yang diberi nama Kepik. Di saat yang sama, Nurtanio juga sedang diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan perakitan helikopter Benson yang baru dibeli Indonesia. Saat itu, Yum dibantu oleh Senduk, Achmad, dan Tosin

 

Wartawan senior Angkasa, Dudi Sudibyo dalam buku seri Kisah Hebat di Udara 2, menceritakan mesin terbang keempat tersebut nyaris merenggut nyawa Yum Soemarsono dan membuatnya kehilangan satu tangannya.

Klik Juga: Riwu Ga, Orang Pertama Keliling Jakarta Umumkan Indonesia Telah Merdeka


 

Peristiwa itu bermula saat Yum akan lepas landas dan terbang ke Jakarta dari halaman Pindad pada Maret 1964, Yum yang memegang kemudi Kepik. Mesin Kepik meraung kian tinggi bersamaan dengan putaran rotor yang yang cepat pula.

 

Roda Kepik tak sabar ingin segera lepas dari tanah. Sayangnya, saat mesin makin digeber salah satu bilah rotor lepas. Bagaikan pisau tajam, bilah baling-baling itu terbang melewati dahi Yum dan menebas tangan kirinya, terlempar tak tentu arah hingga berhenti setelah menabrak tembok.

 

Penerbangan naas itu adalah penerbangan Kepik yang ketujuh setelah sebelumnya sukses melewati uji terbang di sekitar Bandung, Jawa Barat. Rencananya, kepik akan mendarat di depan Presiden Soekarno dan Ahmad Yani.

 

Pada musibah itu, Yum tidak hanya kehilangan tangan kirinya tapi juga harus merelakan seorang asisten terdekatnya, Dali. Butuh waktu hampir dua tahun bagi Yum untuk pulih dari cedera fisik dan psikoloisnya.

Lihat Juga: Inilah Rahasia Prajurit Kopassus Tanpa Suara saat Sergap Musuh

 

Yum dengan halus menolak hampir seluruh bantuan rumah, tanah, dan kendaraan dari Soekarno. Keinginan Yum hanya satu, ia ingin terbang lagi.

 

Sekitar satu minggu sebelum peristiwa Gestapu meletus pada 27 September 1964, Yum berhasil kembali terbang dengan helikopter Hiller. Kisruh nasional tersebut membuat Yum beralih dari pilot heli kepresidenan menjadi pilot penyemprot hama tebu dan kelapa.

 

Namun, bagaimana Yum bisa mengendalikan heli hanya dengan mengandalkan satu tangan?

 

Teryata Yum tidak menyerah begitu saja dengan kondisinya saat itu. Belajar dari pengalaman, Yum menciptakan sebuah alat pengendali khusus untuk lengannya yang harus diamputasi. Pria kelahiran Purworejo, 10 April 1916 ini menyebut alat ciptaannya itu dengan nama Throttle Collective Device.

 

Throttle Collective Device, sebernarnya diciptakan hanya untuk menghidupkan kembali heli Bell 47J2 yang dibeli dari TNI AL, kemudian Yum menyempurnakan ciptaannya itu agar lebih sesuai dengan helikopter yang lebih modern. Bell 47J2 yang dihidupkan Yum kemudian diberi nama Si Walet.

 

Saat menerbangkan helikopter, Yum selalu menggunakan Throttle Collective Device ciptaannya hingga saat Si Walet dijual. Yum mencopot alat istimewa itu dan disimpannya baik-baik di rumahnya sebagai kenang-kenangan.

 

Pria yang mengawali karirnya di Artellerie Constructie Winkel, atau bengkel peralatan militer di Surabaya ini sempat menggunakan Throttle Collective Device di Prancis.

 

Kala itu, Yum mendapat undangan dari seorang pemilik museum pribadi di Prancis pada 1990. Aksinya terbang dengan heli Bell 47G dan alat uniknya tak ayal mengundang decak kagum para penggemar penerbangan yang hadir saat itu.

 

Hingga detik itu, Throttle Collective Device masih sangat sulit ditemukan atau bahkan tidak ada yang lain. Setidaknya, belum ada literatur yang menceritakan soal ‘teknologi’ Throttle Collective Device, terutama untuk membantu kaum difabel menerbangkan helikopter.

 

Yum Soemarsono tutup usia pada 5 Maret 1990. Namun, Yum meninggalkan warisan yang lebih berharga dibanding harta untuk bangsa ini. Yum Soemarno yang semasa kecilnya hanya takjub melihat pesawat berterbangan di pinggir landasan Tidar, Magelang, berubah menjadi sosok dan membuktikan kemampuannya kepada bangsa Indonesia meskipun fisiknya tak sempurna.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline


Sumber: Angkasa.co.id