RIAU ONLINE, PEKANBARU - Surat Perintah Penghentian Penyididikan (SP3) yang dikeluarkan Polda Riau terhadap 15 perusahaan pembakar lahan yang terjadi pada 2015 silam, menandakan penyidik Kepolisian lemah dalam penegakkan hukum.
Akibat lemahnya Polda Riau dalam menindak tegas pelaku pembakaran hutan dan lahan (Karhutla), terutama perusahaan, membuat warga Riau saban tahun harus menghirup asap beracun tersebut.
“Kami melihat lemahnya penegak hukum dalam menindak tegas para pelaku pembakar hutan dan lahan diduga dilakukan korporasi. Padahal penyelidikan terus dilakukan sejak lama oleh kepolisian terhadap korporasi tersebut," ungkap Ketua Umum Badko HMI Riau-Kepri, Sudirman, kepada RIAUONLINE.CO.ID, Kamis, 28 Juli 2016, dalam rilisnya.
Baca Juga: Inilah Penyebab Terbitnya SP3 Polda Riau untuk 15 Perusahaan
Sudirman mengatakan Kepolisian Daerah Riau tidak mengindahkan, bahkan melanggar Instruksi Presiden Joko Widodo yang menginginkan penindakan tegas terhadap pembakar hutan dan lahan baik administrasi, pidana maupun perdata.
"Kita memberikan apresiasi terhadap langkah Mabes Polri menurunkan tim menginvestigasi keluarnya SP3 dikeluarkan Polda Riau atas 15 korporasi pada tahun 2015 lalu," tuturnya.
PESAWAT Air Tractor milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melihat kebakaran hutan dan lahan di dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan.
Padahal, kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) 2015 telah menelan korban jiwa dan jutaan orang terpapar asap berpotensi mengidap Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Sudirman menjelaskan, hampir saban tahun Riau langganan asap, namun persoalan Karhutla tak juga bisa teratasi. Ia menjelaskan, saat Karhutla 2015 lalu, pada Oktober jumlah warga korban terpapar asap di Riau menembus angka 95 ribu jiwa.
"Kemudian pada tahun yang sama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Riau memperkirakan total kerugian akibat asap Rp 15 triliun, terdiri dari Rp 13,5 triliun dari penurunan tingkat produktivitas dan Rp1,5 triliun kerugian atas kehilangan aset dan dampak kesehatan," jelasnya.
Klik Juga: Kapolda: 11 Perusahaan Pembakar Lahan Belum SP3
Pekan lalu, NGO lingkungan hidup Riau, Jikalahari, merilis kasus pembakaran lahan di areal konsesi 11 perusahaan di-Sp3-kan oleh Polda Riau. Namun, Polda Riau mengatakan, bukan 11 perusahaan, melainkan 15.
“Atas dasar kemanusiaan kita meminta Polda Riau untuk melakukan peninjauan kembali (PK) SP3 ke-15 korporasi di Riau diduga melakukan pembakaran hutan dan lahan pada 2015 lalu," kata Sudirman.
Polda Riau pada 2015 lalu menangani 18 perusahaan diduga melakukan pembakaran lahan. Namun, hanya tiga kasus dilimpahkan ke pengadilan. Tiga kasus tersebut melibatkan PT Langgam Inti Hibrindo, PT Palm Lestari Makmur, PT Wahana Subur Sawit, dinyatakan lengkap dan layak dilanjutkan ke proses selanjutnya.
"Ketiga perusahaan tersebut telah sampai di pengadilan, bahkan ada perusahaan dinyatakan inkrah meski diputus bebas, PT Langgam Inti Hibrindo," kata Sudirman.
INILAH luasan lahan sengaja dibakar oleh para perambah yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Rabu, 6 Juli 2016, di Kabupaten Pelalawan, Riau.
Sementara itu, 15 perusahaan lainnya, PT Bina Duta Laksana BDL), PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia (PSPI), PT Ruas Utama Jaya (RUJ), PT Suntara Gajah Pati (SGP), PT Dexter Perkasa Industri, PT Siak Raya Timber, PT Sumatera Riang Lestari (SRL), PT Bukit Raya Pelalawan, PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam dan PT Rimba Lazuardi.
"Semuanya adalah perusahaan yang bergerak di Hutan Tanaman Industri (HTI), sedangkan tiga lainnya, PT Parawira, PT Alam Sari Lestari, PT PAN Uniter dan PT Riau Jaya Utama bergerak pada bidang perkebunan kelapa sawit.
Sudirman mengatakan, kepolisian selalu beralasan tidak memiliki bukti kuat mengadili korporasi diduga membakar hutan dan lahan di Riau, Ini dijadikan dasar mengeluarkan SP3. 'Kami sebagai masyarakat Riau korban asap merasa terluka atas tindakan pihak kepolisian tersebut," jelasnya.
Lihat Juga: Polda Riau SP3, Sanksi Administrasi Menanti 15 Perusahaan
Sebelumnya, Polda Riau membebaskan 15 perusahaan perkebunan sawit dan kehutanan di Riau yang tersangkut kasus kebakaran hutan dan lahan.
“Pemeriksaan saksi-saksi, olah TKP dan pemeriksaan saksi ahli menyatakan perusahaan-perusahaan tersebut tidak memenuhi unsur pidana. Penyidik mengambil kesimpulan kasus tersebut harus dihentikan,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Kombes Pol Roivai Sinambela, Rabu , 20 Juli 2016.
Rivai mengatakan, perusahaan itu bersengketa dengan masyarakat tempatan hingga menjadi perhatian penegak hukum. Namun, setelah penyidik memeriksa ke lapangan ternyata lokasi kebakaran adalah lahan yang bersengketa dengan masyarakat. Sehingga tidak cukup bukti untuk dilanjutkan penyidikan.
“Lahan yang terbakar merupakan lahan yang bersengketa dengan masyarakat. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa yang membakar adalah masyarakat,” katanya.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline