RIAU ONLINE - Direktur dan Manajer PT Palm Lestari Makmur (PLM), yakni Ling Joni Priyana dan Jhon Pereira dijatuhi masing-masing hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar sesuai tuntuan jaksa dalam kasus kebakaran lahan pada Agustus 2015 di areal perkebunan kelapa sawit PT Palm Lestari Makmur.
Sedangkan, terdakwa Nischal Mahendrakumar yang merupakan direktur keuangan dibebaskan dari seluruh dakwaan. Alasannya, Nischal yang menjabat sebagai direktur keuangan tidak memiliki tanggung jawab dalam urusan kebakaran lahan.
"Dia juga baru bekerja selama tiga hari, dan kesaksian di persidangan tidak ada yang memberatkan," ujar Wiwin Sulistia, salah seorang hakim yang menyidangkan perkara tersebut, seperti dilansir RIAUONLINE.CO.ID dari KOMPAS.COM, Jumat, 1 Juli 2016.
BACA JUGA: Petinggi PT PLM Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Karhutla
Pada persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Rabu, 29 Juni 2016, menurut Wiwin, dua petinggi PT PLM itu dinyatakan telah melanggar dua pasal.
Pelanggaran pertama, terkait kelalaian perusahaan dalam mencegah dan memadamkan kebakaran atau melanggar Pasal 99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Terbukti, perusahaan tersebut tidak memiliki peralatan memadai dan menara pemantau api di lahan yang terbakar.
Kedua, mengenai perambahan atau kegiatan perkebunan tanpa izin sebagaimana tertuang pada Pasa 92 Ayat 1 UU No 18/2013 tentang pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
"Perusahaan itu sudah melakukan penanaman sebelum ada izin pelepasan lahan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Permohonan izin memang sudah ada, tetapi belum diberikan Menteri," kata Wiwin.
KLIK JUGA: Dalam Sepekan, Lahan Perusahaan Ini Terbakar Seluas 60 Hektar
Sementara, menurut Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi Riau, Mukhzan, jaksa belum menentukan sikap terkait vonis tersebut. "Kami masih pikir-pikir atas putusan itu," katanya.
PT Palm Lestari Makmur (PLM) merupakan perusahaan dengan penanaman modal asing, yakni Avanti Offshore PTE Ltd di Singapura. PT PLM mempunyai lahan seluas 2.209 hektar dari Izin Usaha Perkebunan Bupati Indragiri Hulu pada Februari 2007.
Dalam persyaratan di surat izin bupati tersebut, PT PLM memiliki kewajiban yang harus dilakukan sebelum menanam di lahan seluas 1.019 hektar. Sebab, areal tersebut merupakan kawasan hutan sehingga harus memperoleh izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan. Namun sejak dilakukan penanaman pada 2008, izin pelepasan kawasan hutan belum pernah ada.
Fakta persidangan juga menunjukkan bahwa kebakaran lahan di PT PLM pada akhir Agustus 2015 baru bisa dipadamkan setelah berlangsung selama sembilan hari. Hal ini terjadi, sebab petugas pemadam tidak pernah dididik dengan keahlian memadamkan api. Terdakwa Pereira mengaku pernah meminta perusahaan untuk membeli tambahan alat pemadam kebakaran, namun permintaan itu ditolak pimpinannya.
LIHAT JUGA: Kesal, Pasca Lebaran Lahan Terbakar Akan Dipasang Palang Segel
Dalam kesaksian ahli Guru Besar dari Institut Pertanian Bogor, Bambang Hero Sahardjo, disebutkan bahwa kebakaran yang terjadi di lahan PT PLM terdapat unsur kesengajaan dan pembiaraan. Berdasarkan analisis laboratorium, kerusakan ekologi akibat kebakaran mencapai Rp 18 miliar. Hanya saja, kesaksian Bambang tentang unsur kesengajaan tidak terbukti.
Sebaliknya, pengajar Ilmu Lingkungan Institut Pertanian Bogor, Basuki Sumawinata, saksi ahli yang diajukan PT PLM, mengatakan, kerusakan lahan gambut akibat kebakaran tidak sulit dibuktikan. Sepanjang tanaman masih dapat tumbuh subur di lahan itu, itu berarti belum terjadi kerusakan lingkungan.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline